Rabu, 03 April 2013

LEPTOSPIROSIS PADA SAPI






Leptospirosis

Leptospirosis merupakan penyakit infeksi yang bersifat umum pada berbagai spesies hewan peliharaan, ditemukan juga pada berbagai hewan liar, terutama pada binatang pengerat, yang biasanya berlaku sebagai hewan pembawa penyakit, merupakan penyakit bersifat zoonosis. Disebabkan oleh leptospira interrogans dengan berbagai serotype.
            Pada sapi, serovar yang paling banyak menyerang adalah dari tipe L. Pomona dan L. hardjo, dengan akibat yang bermacam-macam. Penyakit yang ditimbulkan oleh L. Pomona dapat berlangsung akut, subakut dan kronik.
Gejala yang dapat diamati pada tipe akut adalah berupa sepsis yang berat, adanya demam yang tinggi ( sampai dengan 410 C), gejala seperti anoreksia dan kelesuan. Tipe subakut biasanya lebih ringan, demam yang ditimbulkan tidak terlalu tinggi, anoreksia, kelesuan juga tidak ditemukan. Pada hewan-hewan betina yang sedang dalam masa bunting dapat ngalami keguguran setelah beberapa minggu. Sedangkan hewan yang sedang dalam masa produksi akan mengalami penurunan air susu secara mendadak dan mencolok. Air susu yang keluar dapat juga tercampur dengan darah ataupun berwarna kuning. Sedangkan pada penyakit yang kronis Penyakit kronik gejala yang timbul lebih ringan dibandingkan dengan bentuk-beentuk yang lain. Keguguran atau keluron dapat terjadi pada trimester kedua atau separoh dari masa kebuntingan. Meskipun tanpa disertai dengan gejala klinis, namun penderita bersifat sero-positif dalam pemeriksaan serologik.
Patogenesis dari Leptospirosis diawali dengan Lepstospira yang memasuki tubuh melalui selaput lendir, luka-luka pada kulit yang menjadi lebih lunak karena terkena air. Selanjutnya kuman tersebut akan terbawa ke berbagai bagian tubuh dan akan memperbanyak diri di hati, ginjal, kelenjar susu dan otak.organisme tersebut dapat ditemukan di dalam maupun di luar jaringan yang terkena. Pada beberapa hari setelah infeksi dapat ditemukan adanya fase leptospiremia (biasanya terjadi pada minggu pertama). Beberapa serovar akan menghasilkan endotoksin, sedangkan serovar yang lain akan menghasilkan hemolisin, yang berguna untuk merusak dinding kapiler darah hewan penderita. Pada reaksi yang berkepanjangan reaksi imunologik dapat timbul dan memperparah kerusakan jaringan. Kematian penderita leptospirosis karena adanya septisemia, anemia hemolitika, kerusakan hati beratnya penderitaan akan bervariasi tergantung dari umur dan spesies hewan penderita, serta jenis kuman leptospira itu sendiri.
            Pengobatan yang dilakukan secara dini dapat mencegah kerusakan jaringan ginjal dan hati yang sifatnya permanen. Setelah gejala klinis terlihat, sebaiknya secepat mungkin diberikan suntikan streptomisin maupun oksitetrasiklin. Untuk mengeliminasi leptospirosis dari kandung kemih penderita dapat digunakan streptomisin dosis tinggi, 25 mg/kgBB, dengan aplikasi pemberian secara intramuskuler.
Untuk mencegah kematian pada ternak yang disebabkan oleh terjadinya sepsis, dapat diberikan suntikan penicillin ataupun eritromisin. Akan tetapi ada juga yang melaporkan bahwa kedua obat tersebut kurang efektif terhadap radang ginjal kronik dan leptospiremia yang disebabkan oleh leptospirosis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar