Leptospirosis
Leptospirosis merupakan
penyakit infeksi yang bersifat umum pada berbagai spesies hewan peliharaan,
ditemukan juga pada berbagai hewan liar, terutama pada binatang pengerat, yang
biasanya berlaku sebagai hewan pembawa penyakit, merupakan penyakit bersifat zoonosis.
Disebabkan oleh leptospira interrogans
dengan berbagai serotype.
Pada sapi, serovar yang paling banyak menyerang adalah
dari tipe L. Pomona dan L. hardjo, dengan akibat yang bermacam-macam. Penyakit
yang ditimbulkan oleh L. Pomona dapat berlangsung akut, subakut dan kronik.
Gejala yang dapat diamati pada
tipe akut adalah berupa sepsis yang berat, adanya demam yang tinggi ( sampai
dengan 410 C), gejala seperti anoreksia dan kelesuan. Tipe subakut biasanya
lebih ringan, demam yang ditimbulkan tidak terlalu tinggi, anoreksia, kelesuan
juga tidak ditemukan. Pada hewan-hewan betina yang sedang dalam masa bunting
dapat ngalami keguguran setelah beberapa minggu. Sedangkan hewan yang sedang
dalam masa produksi akan mengalami penurunan air susu secara mendadak dan
mencolok. Air susu yang keluar dapat juga tercampur dengan darah ataupun
berwarna kuning. Sedangkan pada penyakit yang kronis Penyakit kronik gejala
yang timbul lebih ringan dibandingkan dengan bentuk-beentuk yang lain.
Keguguran atau keluron dapat terjadi pada trimester kedua atau separoh dari
masa kebuntingan. Meskipun tanpa disertai dengan gejala klinis, namun penderita
bersifat sero-positif dalam pemeriksaan serologik.
Patogenesis
dari Leptospirosis diawali
dengan Lepstospira yang memasuki tubuh melalui selaput lendir, luka-luka pada
kulit yang menjadi lebih lunak karena terkena air. Selanjutnya kuman tersebut
akan terbawa ke berbagai bagian tubuh dan akan memperbanyak diri di hati,
ginjal, kelenjar susu dan otak.organisme tersebut dapat ditemukan di dalam
maupun di luar jaringan yang terkena. Pada beberapa hari setelah infeksi dapat
ditemukan adanya fase leptospiremia (biasanya terjadi pada minggu pertama).
Beberapa serovar akan menghasilkan endotoksin, sedangkan serovar yang lain akan
menghasilkan hemolisin, yang berguna untuk merusak dinding kapiler darah hewan
penderita. Pada reaksi yang berkepanjangan reaksi imunologik dapat timbul dan
memperparah kerusakan jaringan. Kematian penderita leptospirosis karena adanya
septisemia, anemia hemolitika, kerusakan hati beratnya penderitaan akan
bervariasi tergantung dari umur dan spesies hewan penderita, serta jenis kuman
leptospira itu sendiri.
Pengobatan
yang dilakukan secara dini dapat mencegah kerusakan jaringan ginjal dan hati
yang sifatnya permanen. Setelah gejala klinis terlihat, sebaiknya secepat
mungkin diberikan suntikan streptomisin maupun oksitetrasiklin. Untuk
mengeliminasi leptospirosis dari kandung kemih penderita dapat digunakan
streptomisin dosis tinggi, 25 mg/kgBB, dengan aplikasi pemberian secara
intramuskuler.
Untuk mencegah kematian
pada ternak yang disebabkan oleh terjadinya sepsis, dapat diberikan suntikan
penicillin ataupun eritromisin. Akan tetapi ada juga yang melaporkan bahwa
kedua obat tersebut kurang efektif terhadap radang ginjal kronik dan
leptospiremia yang disebabkan oleh leptospirosis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar