Minggu, 08 Januari 2023

ANALISIS DAMPAK EKONOMI LUMPY SKIN DISEASE (LSD) PADA SAPI

 ANALISIS DAMPAK EKONOMI LUMPY SKIN DISEASE (LSD) PADA SAPI 


PENDAHULUAN

Lumpy skin disease (LSD) merupakan salah satu penyakit lintas batas (transboundary disease) yang penting dikarenakan penyebarannya yang terus terjadi di dunia. Periode inkubasi 28 hari (OIE Terrestrial Manual). Penyebab penyakit yang menyerang sapi dan kerbau ini adalah virus famili poxviridae yang menyebabkan lesi / kerusakan pada kulit dan dapat menyebabkan kematian akibat infeksi sekunder. Vektor mekanik pembawa virus penyakit ini adalah serangga penghisap darah, seperti nyamuk dan lalat, sehingga rentan berdampak pada peternak rakyat. Kerugian ekonomi dapat disebabkan akibat diantaranya terjadi penurunan produksi susu dan dapat menyebabkan gangguan reproduksi pada sapi jantan maupun betina. LSD dikenal sebagai ancaman besar bagi ternak sapi dengan dampak substansial terhadap mata pencaharian dan ketahanan pangan, terutama bagi para peternak kecil. LSD termasuk dalam daftar penyakit OIE (Office International des Epizooties) yang memiliki potensi penyebaran yang cepat dan memiliki dampak yang signifikan untuk produktivitas dan perdagangan ternak sapi.

DEFINISI KASUS

Lumpy Skin Disease (LSD), yang juga disebut Pseudo-urticaria, Neethling virus disease, exanthema nodularis Bovis, knopvelsiekte (Abutarbush 2017) merupakan penyakit pada sapi, yang disebabkan oleh virus pox dengan penularan utama diduga melalui  vektor, meskipun mekanismenya masih belum jelas. Penyakit  ini dapat menginfeksi sapi dan kerbau serta mempunyai dampak ekonomi bagi peternak (Indrawati Sendow 2021).

Diagnosa sementara untuk LSD harus dibuat berdasarkan gejala klinis berikut :

·         Dmam mencapai 41,5 ° C,

·         Tidak nafsu makan→ kekurusan,

·         Ingusan, konjungtivitas, hipersalivasi, depresi

·         Penurunan produksi susu,

·      Terdapat nodul pada kulit yang berbatas, jelas dan menonjol di bawah kulit atau di bawah otot dengan diameter antara 2-5 cm.

·          Pembengkakan limfoglandula yaitu Lgl. subscapularis dan Lgl. prefemoral

·         Hewan bunting → keguguran

·         Pejantan → infertilitas

·      Faktor predisposisi: hewan muda, hewan sedang laktasi dan hewan kurang giziadanya kelemahan dan kepincangan akut pada kelompok hewan peka

·         Nodul yang besar dapat nekrotik dan akhirnya fibrotic dan bertahan sampai dengan beberapa bulan (sitfasts); bekas luka dapat bertahan sampai sangat lama. Nodul-nodul yang kecil bisa saja sembuh tanpa menimbulkan dampak - Miasis pada nodul dapat terjadi

·         Vesikel, erosi dan ulcer bisa saja terjadi pada membrane mukosa mulut dan saluran alimentarius dan pada trachea dan paru-paru.

·         Limb dan bagian ventral badan seperti dewlap, brisket, scrotum dan vulva bisa oedema, dan menyebabkan hewan malas bergerak.

·         Sapi jantan bisa infertile secara temporal atau permanen

·         Sapi bunting bisa aboris dan anesturs untuk beberapa bulan

·         Masa pemulihan dari infeksi parah umumnya lambat karena emasiasi, pneumonia sekunder, mastitis dan nekrotik skin plug yang biasanya meninggalkan lubang pada kulit.

 

Sesuai dengan OIE Terrestrial Animal Health Code CHAPTER 11.9 tentang Infeksi dengan Lumpy Skin Disease Virus, maka definisi kasus (case definition) ditetapkan sebagai berikut:

1. Sapi atau kerbau rawa yang menunjukkan gejala klinis konsisten dengan LSD dan virus LSD (LSDV) telah diisolasi dari sampel; ATAU

2. Sapi atau kerbau rawa yang menunjukkan gejala klinis konsisten dengan LSD atau secara epidemiologi terkait dengan kasus dicurigai atau dikonfirmasi dan diidentifikasi positif antigen atau asam nukleat spesifik untuk LSDV; ATAU

 3. Sapi atau kerbau rawa yang menunjukkan gejala klinis konsisten dengan LSD, atau secara epidemiologi terkait dengan kasus dicurigai atau dikonfirmasi dan telah terdeteksi antibodi spesifik untuk LSDV.

FAKTOR RISIKO PENYEBARAN LSD 

1.      Mobilitas ternak dari satu lokasi ke lokasi yang lain, dari  8 peternak yang terkonfirmasi positif dan suspek ada 4 peternak yang memiliki riwayat perpindahan ternak, baik dari pasar hewan atau dari kandang lain.

2.      Kecamatan Jatinom dan kecamatan Tulung adalah  wilayah yang padat ternak dan daerah lintas batas, yang memiliki mobilitas ternak keluar masuk yang cukup tinggi

3.      Petugas pelayanan kesehatan hewan yang melayani antar kandang dan antar desa, antar kecamatan dan antar kabupaten

4.      Tata kelola kotoran kandang yang tidak baik mengundang vektor berkerumun. Cara penularan utama virus LSD adalah secara mekanik melalui vektor artropoda. Beberapa jenis vektor dapat berperan penting seperti nyamuk (mis. Culex mirificens and Aedes natrionus), lalat penggigit (Stomoxys calcitrans and Biomyia fasciata) dan caplak jantan (Riphicephalus appendiculatus and Amblyomma hebraeum).

5.      Peralatan kesehatan hewan dan IB yang tidak steril, penggunaan jarum suntik yang tidak sekali pakai dan penggunaan glove dan sheet IB yang tidak sekali pakai.

6.      Lemahnya Biosecurity di kandang sapi

7.      Alat transportasi ternak untuk pengiriman sapi dari atau ke pasar hewan.

 PERKIRAAN DAMPAK

a.      Perkiraan populasi sapi terancam LSD di suatu wilayah.adalah kecamatan A 13.176 ekor dan kecamatan B adalah 6.367 ekor, yang terdiri atas sapi perah dan sapi potong.

b.      Dengan asumsi kematian yang terjadi 0-10% dari populasi/kelompok, dan angka morbiditas mencapai 45% dari populasi/kelompok apabila wabah tidak terkendali (Rencana Kontingensi LSD, Dirjend PKH Kementerian Pertanian RI 2022).

c.       Dengan asumsi morbiditas 45% dampak langsung dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan berupa penurunan berat badan/kekurusan/emasiasi (kehilangan kondisi tubuh karena tidak mau makan); kehilangan produksi susu temporer atau permanen; penurunan atau kehilangan seluruhnya fertilitas pada sapi jantan dan sapi betina;  keguguran; dan kerusakan kulit yang permanen  penurunan reproduksi (akibat keguguran) serta penurunan nilai ekonomi harga bakalan ternak diperkirakan signifikan.

d.      Dampak ekonomi pada biaya manajemen pengendalian penyakit, dengan asumsi morbiditas 45% (buku Rencana kontingensi LSD, 2022), berupa biaya obat dan peralatan medis Rp. 100.000 / ekor, asumsi jumlah ternak siap jual 30% dari populasi, asumsi harga sapi per ekor Rp 18.000.000, penurunan harga sapi mencapai 47% per ekor dari harga normal-, asumsi harga daging sapi Rp. 98.000,-, asumsi harga susu per liter Rp. 7.000,-. asumsi ternak sapi perah laktasi 10% dari populasi, penurunan produksi susu 65% (drh. Naipospos, Webinar LSD 2022), produksi susu normal harian per ekor 10 ltr beserta biaya pengobatan adalah sebagai berikut:

 

kecamatan

populasi sapi

penurunan harga sapi 47% (Rp)

penurunan BB 10 % (Rp)

Biaya pengobatan (Rp)

penurunan produksi susu/hari (Rp)

kecamatan A

13176

15.048.309.600

4.357.962.000

592.920.000

59.950.800

kecamatan B

6367

8.079.723.000

2.105.885.250

286.515.000

28.969.850

Total

23.128.032.600

6.463.847.250

879.435.000

88.920.650


KESIMPULAN       

  1. Dampak langsung berupa kerugian ekonomi akibat kesakitan di Kecamatan terdampak adalah Rp. 23.128.032.600-, akibat penurunan berat badan adalah Rp. 6.463.847.250  biaya pengobatan untuk ternak terdampak adalah Rp. 879.435.000,- dan kerugian akibat penurunan produksi susu per hari sebesar Rp. 88.920.650,- .
  2. Kesakitan dan kematian ternak juga berdampak terhadap sosial budaya masyarakat.

 

SARAN

i.      Memperketat aturan pemasukan ternak masuk pasar hewan, jika diperlukan dilakukan penutupan pasar hewan sementara.

ii.                  Mencegah masuknya ternak baru pada pemerintahan desa yang belum terjangkit penyakit

iii.    Mencegah keluarnya ternak yang sakit pada pemerintahan desa yang sudah terjangkit. Terutama menenangkan masyarakat untuk tidak menjual ternak karena panik. Dalam hal ini pemerintahan desa bekerjasama dengan tenaga kesehatan hewan melakukan tatalaksana kasus dengan pengobatan ternak yang sakit dan mengedukasi peternak.

iv.   Tindakan kewaspadaan Dini dan penanggulangan sesuai pedoman Rencana Kontijensi LSD dilaksanakan di seluruh wilayah  yang diprioritaskan di Zona Kontrol ( radius 10 Km) dan peningkatan surveilans di Zona Surveilans (radiun 28 Km), terutama di desa desa dengan kepadatan sapi tinggi.

v.     Peningkatan Kerjasama antar lintas sectoral agar mempermudah dalam pengendalian penyebaran penyakit dan mempercepat dalam pemberantasan penyakit.

by. ely susanti _Klaten, 24 Desember 2022

ANALISIS RISIKO PENYAKIT MULUT DAN KUKU (PMK) PADA SAPI DI KABUPATEN KLATEN

                                                         KAJIAN EPIDEMIOLOGI

ANALISA RISIKO PENYAKIT MULUT DAN KUKU  (PMK) PADA SAPI

DI KABUPATEN KLATEN

PENDAHULUAN

            Ternak sapi di Kabupaten Klaten telah terindikasi PMK sejak kasus indeks pada tanggal 11 Mei 2022. Sampai dengan tanggal 18 Juni 2022 sudah tersebar di 16 kecamatan ( 61,53%) dan 71 desa (17,70%). Morbiditas ternak sapi sampai saat ini adalah 64,06% (1082 ekor sakit dari 1689 ternak sapi yang terpapar). Mengingat morbiditas PMK ini dapat mencapai 100% maka kemungkinan jumlah ternak sapi sakit akan terus meningkat jika tidak ada intervensi baik secara medis maupun secara kebijakan wilayah.

Sejak tanggal 25 Mei 2022 sampai dengan saat ini Kabupaten Klaten masih melaksanakan penutupan pasar hewan untuk menekan penularan dan persebaran kasus. Selain itu untuk menekan angka reproduksi virus terus dilakukan usaha membatasi kontak virus dan pengebalan. Komunikasi, informasi dan edukasi tentang PMK terus digalakkan agar masyarakat mampu memahami tentang PMK dan dapat melakukan pencegahan serta pengendalian secara mandiri. Deteksi dini berbasis laporan masyarakat diharapkan dapat berjalan baik sehingga dapat segera mengobati pada kasus-kasus aktif untuk mempersingkat masa infeksi.

Sembari menunggu program vaksinasi maka kegiatan maka perlu dibuat penilaian risiko terhadap PMK ini agar dapat dijadikan pertimbangan dalam penentuan kebijakan pemerintah Kabupaten Klaten.

 

PENILAIAN RISIKO

            Mengingat angka reproduksi dasar (R0) virus PMK pada kondisi biasa tanpa intervensi manusia ataupun pergerakan ternak sapi adalah 1,65 (setiap 10 ekor terinfeksi PMK akan menularkan 16,5 ekor ternak sapi lainnya), maka jumlah kasus akan meningkat secara signifikan dan semakin meningkat apabila terjadi pergerakan ternak sapi terinfeksi (Ferguson et.al 2001 menyebutkan R0 PMK dapat mencapai 4,5 pada saat outbreak).

Mencermati situasi PMK di Kabupaten Klaten dimana; ada peningkatan yang mendadak dan tak terduga dalam hal distribusi, kejadian kasus dan morbiditas yang tinggi dari PMK, maka diperlukan gambaran rantai pasar dan jalur risiko. Berdasarkan analisa data diperoleh informasi;

 

Tabel. 1. Prosentase asal ternak sapi sakit

Asal Ternak sapi

Pasar Bekonang

Blantik

 Pasar boyolali

Delanggu

Pasar Jatinom

Kartosuro

Kebumen

Pasar Prambanan

Sragen

Ternak sapi lama

Jumlah ternak sapi sakit

10

289

32

1

58

4

7

21

1

659

Prosentase

0,92%

26,71%

2,96%

0,09%

5,36%

0,37%

0,65%

1,94%

0,09%

60,91%

 

Penilaian Pelepasan (release assessment)

Cara penyakit PMK ini masuk, melintasi batas sehingga sampai dengan ke inangnya (ternak sapi) melalui beberapa jalur risiko mencakup:

1.      Aktivitas perdagangan; melalui lalulintas hewan, mode transportasi dan pengumpulan ternak sapi dalam kapasitas besar di pasar.

2.      Aktivitas manusia; melalui lalulintas manusia, pemilik, pekerja (anak kendang), pegawai (petugas dinas/inseminator/ dokter/paramedic), blantik/pedagang, dan pelaku usaha (loper susu/ pengantar pakan) yang mungkin membawa virus dari pakaian atau sepatu mereka.

3.      Fenomena alam, penyebaran PMK pada hewan atau antar ternak sapi melalui paparan terhadap media pembawa alami yaitu; angin (airbone disease, daya jangkau sampai dengan 10 km. jika dibawa angin) atau aliran air.



 

Gambar 1. Sistem rantai pasar ternak sebelum PMK Kabupaten Klaten. (diadaptasi dari emergency market mapping and analysis (EMMA))



Ganbar 2. Sistem rantai pasar ternak setelah PMK Kabupaten Klaten. (diadaptasi dari emergency market mapping and analysis (EMMA))

Partial disruption : menurunnya sebagian aktivitas pelaku pasar yang berlangsung lama.

Major disruption : tidak adanya aktivitas pelaku pasar karena wabah PMK.

Critical disruption : menurunnya aktivitas pelaku pasar akibat wabah PMK yang apabila  tidak segera ditangani akan mengakibatkan hilangnya aktivitas pelaku pasar tersebut.

Gambar 3. Risk Pathways, penularan antar ternak




Gambar 4. Sebuah truk pengangkut sapi berasal dari daerah luar Kabupaten Klaten masuk pasar hewan di Kabupaten Klaten.

Penilaian Pendedahan (exposure assessment)

            Ternak sapi di Kabupaten Klaten dapat terdedah PMK melalui berbagai media penularan dari manusia, hewan/ternak dan barang-barang lainnya yang tercemar virus. Dalam hal ini moda transportasi yang berperan dalam exposure penyakit adalah mode transportasi darat yaitu berupa truck pengangkut ternak, truck pengangkut pakan atau truck pengangkut produk ternak (truck susu). Mengingat sifat virus yang sangat menular maka perkiraan hewan peka di Kabupaten Klaten adalah sapi 116.609 ekor , Kambing 108.932 ekor dan Domba 51.355 ekor , dan  babi 1.472 ekor merupakan populasi terancam PMK di Kabupaten Klaten. Dengan morbiditas PMK di Kabupaten Klaten 64,06% maka ancaman penularan semakin tinggi.

 

Gambar 5. Moda transportasi ternak sarana pengangkutan terna dari luar dan dalam kabupaten.

        


                Penilaian Dampak

Tabel 2. Kemungkinan dan konsekuensi dampak penularan PMK (diadaptasi dari: WHO Rapid   Risk Assessment Guideline)

Matriks Risiko

MATRIKS RISIKO

Konsekuensi/Dampak kesehatan hewan/ ekonomi/lingkungan/ sosial

Kemungkinan

Dampaknya sangat kecil, populasi kecil

Berdampak kecil, pada populasi kecil berisiko, membutuhkan sedikit biaya

Berdampak sedang, pada populasi  dalam jumlah kecil, Biaya tambahan
sedang untuk
institusi

Berdampak besar pada populasi besar, Memakan biaya
tinggi bagi
institusi dan
ekonomi

Berdampak besar sekali pada populasi besar, Ada
kebutuhan
sumber daya
yang sangat
besar. Memakan biaya
besar terhadap
ekonomi dan
lembaga/instansi
pemerintah

penularan sangat tinggi di pasar hewan (>64,06%)

SEDANG

TINGGI

TINGGI

SANGAT TINGGI

SANGAT TINGGI

Penularan tinggi dari Luar wilayah melalui pedagang/pengepul/blantik (>26,71%)

SEDANG

SEDANG

TINGGI

SANGAT TINGGI

SANGAT TINGGI

Penularan pada sebagian besar populasi desa (>17,70%)

RENDAH

RENDAH

SEDANG

TINGGI

TINGGI

 Jarang terjadi penularan sapi terpapar PMK antar Peternak/Petani (<17,70%)

RENDAH

RENDAH

SEDANG

TINGGI

TINGGI

 Estimasi Risiko

Tabel 3. Tindakan Respon Terhadap Risiko

PERINGKAT RISIKO

KETERANGAN

RENDAH

 

Dikelola sesuai dengan protokol respons standar, program pengendalian dan regulasi rutin (misalnya melalui pemantauan melaluio sistem surveilans rutin dan dikelola melalui langkah-langkah standar pada sistem pengendalian penyakit dan pengawasan di perbatasan)

SEDANG

 

Harus ditentukan tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan respons. Bisa jadi diperlukan langkah-langkah pemantauan atau pengendalian yang spesifik di luar langkah-langkah pengendalian rutin (misalnya peningkatan pengawasan dan kontrol di perbatasan)

TINGGI

 

Atasan berwenang perlu dilaporkan. Tugas dan tanggung jawab untuk melakukan koordinasi kegiatan harus ditentukan secara lebih spesifik. Pelacakan terhadap komoditas terinfeksi/terpapar harus segera dilakukan. Peningkatan surveilans dan kontrol perbatasan harus segera dilaksanakan. Diperlukan pemantauan serta evaluasi dan penyusunan strategi pengendalian penyakit. Pertimbangkan apakah informasi yang diterima cukup untuk membatasi lalu-lintas perdagangan.

SANGAT TINGGI

 

Atasan berwenang perlu segera dilaporkan. Perlu segera dilakukan respons untuk mencegah lalu-lintas serta mengisolasi penyakit dan mengendalikan penyebarannya. Lalu-lintas yang mungkin terinfeksi harus segera dapat dilacak. Lakukan pelacakan balik sumber penyakit. Harus dibentuk struktur komando dan pengendalian untuk melakukan koordinasi manajemen respons dan komunikasi. Lanjutkan penyelidikan, pengumpulan data, pemantauan dan penilaian ulang serta laporan situasi penyakit terus diterbitkan secara teratur. Rekomendasi pengendalian penyakit harus terus dievaluasi seiring semakin banyaknya informasi yang diperoleh. Peningkatan surveilans dan kontrol perbatasan harus segera dilaksanakan. Pertimbangkan apakah informasi yang diterima cukup untuk membatasi lalu-lintas perdagangan.

 KESIMPULAN

1.      Dalam rantai pasar ternak, pasar hewan merupakan tempat bertemunya semua kemungkinan penularan.

2.      Risiko sangat tinggi terdapat pada pasar dan penularan dari luar wilayah melalui pedagang/ pengepul/blantik.

3.      Membutuhkan sumber daya yang sangat besar apabila risiko penularan sangat tinggi, meliputi isolasi ternak sakit, pengobatan, pengendalian lalulintas ternak, pelacakan dan surveilans, komunikasi risiko dan pembentukan struktur komando.

4.      Budaya transaksi antar petani dalam desa memiliki risiko paling rendah, karena tidak campur dengan ternak lain dan tidak kontak dengan media tercemar.

5.      Dari pathways penularan, kandang tanpa biosecurity memiliki peluang cukup banyak untuk tercemar, dapat berasal dari manusia ataupun peralatan dan alat transportasi.

 

REKOMENDASI

1.      Pembatasan lalu lintas oleh Bupati sesuai Undang-undang nomer 18 tahun 2009 tentang peternakan dan Kesehatan Hewan dan peraturan Pemerintah nomer 47 tahun 2014 tentang pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan. Penerbitan Peraturan Bupati dan Surat edaran kepada Camat dan Kepala desa/ lurah :

i.                    Memperpanjang penutupan sementara Pasar Hewan di Kabupaten Klaten sampai dengan kasus dinyatakan terkendali.

ii.                  Mencegah masuknya ternak baru pada pemerintahan desa yang belum terjangkit penyakit

iii.                Mencegah keluarnya ternak yang sakit pada pemerintahan desa yang sudah terjangkit. Terutama menenangkan masyarakat untuk tidak menjual ternak karena panik. Dalam hal ini pemerintahan desa bekerjasama dengan tenaga kesehatan hewan melakukan tatalaksana kasus dengan pengobatan ternak yang sakit dan mengedukasi peternak.

2.      Peningkatan biosecurity kandang, memperketat lalulintas kandang terhadap orang, hewan dan barang yang merupakan media pembawa virus/penyakit.

3.      Membuat alternatif transaksi ternak hidup, memanfaatkan media komunikasi, media social untuk bertransaksi, mengsosialisasikan kontak person antara peternak dan pedagang, dengan takmir             masjid / panitia kurban dan masyarakat.

  1. Pengalokasian anggaran khusus untuk penanganan PMK dalam rangka kegiatan pengobatan, vaksinasi, biosecurity, desinfeksi, dan pengawasan lalulintas ternak.
  2. Peningkatan koordinasi, Komunikasi, informasi dan edukasi di tingkat masyarakat, untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan, pengawasan lalulintas ternak,  dan pengendalian penyebaran penyakit serta dalam perawatan ternak.
  3. Peningkatan Kerjasama antar lintas sectoral agar mempermudah dalam pengendalian penyebaran penyakit dan mempercepat dalam pemberantasan penyakit.

Klaten, 19 Juni  2022