Minggu, 05 Mei 2013

analisa ekonomi brucellosis




PERHITUNGAN EKONOMI AKIBAT BRUCELLOSIS PADA SAPI DI DAERAH RESIKO TINGGI KABUPATEN KLATEN

drh. Ely Susanti, M.Sc.
PENDAHULUAN
Brucellosis adalah salah satu dari 12 jenis penyakit hewan menular strategis (Perdirjen No. 59 Th. 2007). Brucellosis merupakan salah satu penyakit zoonosis yang penting di dunia. Hampir semua hewan domestik dapat terinfeksi (kecuali kucing). Menyebabkan penurunan produksi susu, abortus, anak lahir lemah, penurunan berat badan, infertilitas dan kepincangan. Brucellosis juga merupakan faktor penghambat utama dalam perdagangan tenak, hal itu menyebabkan brucellosis juga sebagai salah satu penyakit dengan dampak ekonomi cukup besar (Rompis, 2002 dan Bernues at al. 1996)
Pada sapi brucellosis merupakan penyakit penting terutama untuk sapi betina. Sapi jantan dapat juga terinfeksi tetapi tidak secara langsung menyebarkan penyakit. Brucellosis pada sapi disebabkan oleh bakteri Brucella abortus  yang menyebabkan  abortus pada  trimester terakhir & infertilitas. Dalam daftar klasifikasi penyakit OIE brucellosis termasuk dalam daftar penyakit B. Bakteri ini merupakan bakteri intraseluler  yang memiliki daya tahan tinggi, dapat disembuhkan dengan antibiotik tetapi secara ekonomi terlalu tinggi biayanya sehingga tidak dapat diaplikasikan untuk pertenakan. Brucellosis merupakan penyakit endemis di Indonesia  hampir di seluruh provinsi di Indonesia (Kecuali Bali & Lombok) yang merupakan  biotype 1( Richey and Harrel, 1997 dan Putro, 2009).
Gejala klinis pada sapi betina adalah terjadinya abortus pada trimester terakhir baik secara individual atau kelompok besar  berkisar 30-80%, Stillbirth (lahir mati), retensi plasenta dan metritis (radang uterus) sehingga menyebabkan infertilitas bahkan pada kasus tertentu menyebabkan sterilitas permanen. Pada sapi jantan dapat menyebabkan terjadinya orchitis, epididymitis, seminal vesiculitis, arthritis atau hygroma pada sendi kaki ( pincang) (Putro, 2009 dan Rompis, 2002) . Pada manusia pertama kali ditemukan di Pulau MALTA pada seorang tentara oleh Dr. David Bruce tahun 1887, sehingga gejala pada manusia dikenal sebagai demam malta atau demam undulan (undulant fever, fluctuating fever, irregular fever) menggigil, depresi, kelemahan umum, pusing kepala, nyeri sendi di sekujur tubuh.
Prevalensi di Indonesia sangat bervariasi karena kondisi geografis dan budaya di Indonesia yang sangat bervariasi.  Prevalensi reaktor bervariasi hal ini kemungkinan disebabkan oleh system surveilans, pencegahan dan pemberantasan dimasing-masing daerah yang belum sesuai dengan kaidah epidemiologi. Sebagai salah satu contoh adalah di Kabupaten Klaten, dalam kurun waktu hampir 10 tahun terakhir hasil surveilans laboratorium tipe B Provinsi Jawa Tengah belum pernah mendapatkan hasil RBT positif konfirmasi CFT positif. Pada tahun 2010 hasil surveilans Laboratorium Tipe B Provinsi Jawa Tengah menunjukkan ada 6 sampel RBT positif kemudian dilanjutkan uji CFT di BBV Wates menunjukkan 5 sampel Positif brucellosis. Sebagai daerah tertular baru maka perlu serangkaian kegiatan yang bertujuan mencegah penyebaran penyakit, mengendalikan penularan kedaerah lain dan pemberantasan (Rompis, 2002 dan Thrusfield, 2007).

KERUGIAN EKONOMI AKIBAT BRUCELLOSIS PADA SAPI
            Kerugian ekonomi akibat brucellosis sangat besar, terutama didaerah endemis. Kerugian ini ada yang berdampak langsung pada sistem produksi peternakan serta pengeluaran ekstra dan dampak tidak langsung. Dalam penghitungan kerugian ekonomi digunakan Parameter epidemiologi, Parameter ekonomi, hasil study dan penelusuran pustaka, data survey Laboratorium dan kondisi penanganan saat ini.
Dampak Langsung
            Dampak langsung pada sistem produksi peternakan adalah penurunan produksi susu pada sapi perah, penurunan berat badan pada sapi potong, adanya perinatal mortality, abortus, infertilitas dan penurunan harga sapi, selain itu ada pengeluaran ekstra yang disebabkan karena peternak terpaksa tukar tambah ternak akibat abortus atau terjadi infertilitas. Penurunan produksi susu dapat dibedakan menjadi 3 yaitu; akibat langsung kehilangan produksi susu, kehilangan susu akibat meningkatnya interval beranak dan kehilangan susu akibat meningkatnya kejadian abortus. Penurunan berat badan juga dibedakan menjadi 3 penyebab yaitu; penurunan berat badan sebagai akibat langsung, kehilangan berat badan sebagai akibat meningkatnya periode interval beranak dan kehilangan berat badan akibat meningkatnya kejadian abortus ( Singh and Prasad, 2008). Menurut Bernues at al. 1996  angka abortus pada brucellosis berdasarkan berbagai studi adalah antara 10%- 50%, tetapi biasanya diambil nilai yang paling sering muncul yaitu 15%. Infertilitas berakibat keterlambatan kebuntingan berikutnya, di peternakan rakyat Indonesia dapat berkisar antara 3-5 bulan, sehingga dapat diambil rata-rata 4 bulan. Brucellosis menyebabkan perinatal mortality, beberapa literatur menyebutkan kisaran angka 5% – 20% dan dapat diambil nilai yang paling sering muncul adalah 10%. Perlu diperhitungkan juga opportunity cost merupakan biaya kenaikan jumlah pakan karena berat badan yang menurun, hilangnya ternak muda, perawatan dan pengobatan dan lain-lain yang diasumsikan 20% dari biaya pemeliharaan sapi. Pengeluaran ekstra yang harus dikeluarkan adalah biaya program pencegahan, pengendalian dan pemberantasan, diantaranya adalah penggantian biaya untuk tukar tambah ternak, disposal dan desinfeksi, sosialisasi kepada masyarakat, surveilans dan vaksinasi. Selain hal-hal tersebut karena brucellosis merupakan penyakit zoonosis maka akan ada kergian sebagai dampak penurunan produktivitas kerja akibat sakit yang diderita pekerja atau peternak.
Dampak Tidak Langsung
            Kerugian ekonomi sebagai bentuk pengaruh tidak langsung terhadap ekonomi daerah diantaranya adalah; penurunan peluang penjualan sapi keluar daerah  akibat seleksi terhadap daerah asal sapi, penurunan pendapatan daerah (PAD) akibat menurunnya penjualan sapi keluar daerah dan penurunan image daerah tentang kualitas sapi. Penurunan image  daerah tersebut akan membutuhkan waktu yang lama untuk memperbaikinya. Untuk memperbaiki semua dampak tidak langsung tersebut maka perlu program pencegahan, pengendalian dan pemberantasan yang terpadu dan terukur sesuai dengan kaidah-kaidah epidemiologi.

DAERAH RESIKO TINGGI TERHADAP BRUCELLOSIS DI KABUPATEN KLATEN
Potensi Wilayah
            Kabupaten Klaten merupakan daerah yang memiliki potensi pertanian dan peternakan yang cukup tinggi. Kabupaten Klaten terdiri atas 26 kecamatan, dimana masing-masing kecamatan memiliki potensi yang berbeda-beda. Ada kuarng lebih 8 kecamatan yang memiliki populasi sapi diatas 3000 ekor, 5 kecamatan wilayah utara dan 3 kecamatan diwilayah selatan. Kecamatan-kecamatan yang memiliki resiko tinggi tertular brucellosis adalah wilayah utara yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Boyolali. Dianggap beresiko tinggi karena memiliki mobilitas keluar masuk ke pasar hewan Boyolali yang cukup tinggi, sementara kita ketahui Boyolali merupakan daerah endemis Brucellosis dan pasar hewan Boyolali termasuk salah satu pasar hewan terbesar di Jawa Tengah sehingga kemungkinan mendapatkan ternak-ternak bermasalah dari berbagai daerah cukup besar. 
            Kecamatan yang berbatasan dengan Kabupaten Boyolali yang dimaksud adalah perbatasan bagian utara yang merupakan daerah sentra sapi perah.
 
4 kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Boyolali adalah Kecamatan Jatinom, Tulung, Karangnongko dan Kemalang. Dari ke 4 kecamatan tersebut 2 diantaranya yaitu Jatinom dan Tulung merupakan wilayah dengan populasi sapi perah terbesar di kabupaten Klaten dan memiliki akses dengan Kabupaten Boyolali yang paling mudah. Sedangkan Kecamatan Karangnongko dan Kemalang sebagian kecil ke pasar hewan Boyolali dan sebagian besar ke pasar hewan Prambanan. Dengan demikian sebagai prioritas utama dalam pencegahan, pengendalian dan pemberantasan Brucellosis adalah kecamatan Jatinom dan Tulung.
            Jenis ternak sapi yang ada di ke 4 kecamatan tersebut adalah sapi potong (Peranakan Ongole, Simental, limousin) dan sapi perah (PFH). Sapi jenis PFH sebagaian besar di wilayah kecamatan Jatinom dan Tulung. Populasi ternak sapi yang berpotensi sebagai reaktor brucellosis pada ke 4 kecamatan tersebut adalah:
Sebagai prioritas utama sasaran program kegiatan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan Brucellosis adalah Kecamatan Jatinom dan Tulung, dengan populasi target adalah:

Strategi Pemberantasan
            Pada umumnya Brucella memiliki target pada organ reproduksi jantan dan betina pada usia dewasa kelamin. Hewan yang terinfeksi berfungsi sebagai reservoir dan biasanya terus berlangsung tak terbatas. Bakteri ini bersumber pada hewan yang terinfeksi, dapat bertahan pada lingkungan yang lembab untuk beberapa bulan lamanya (Quinn et al.,2002). Penularan biasanya terjadi melalui membrana mukosa saluran pencernaan, veneral contact,  konjungtiva, penetrasi pada kulit yang luka, inhalasi atau transplasenta. Sebagian besar kasus yang berada di Indonesia penularannya melalui pencernaan. Abortus terjadi setelah usia kebuntingan 5 bulan dan kebuntingan selanjutnya sapi menjadi bersifat karir. Pada anak sapi infeksinya terbatas, berbeda dengan sapi dewasa dimana infeksinya dapat persisten selama bertahun-tahun pada glandula mamari dan nodus limpatikus (Quinn et al., 2007, Salmani et al. Journal, 2009 dan Talaro et al., 2002).
Mengingat kondisi di Indonesia yang sangat bervariasi, maka keberhasilan program pemberantasan sangat tergantung pada pendekatan yang digunakan. Melibatkan komponen masyarakat dalam program pemberantasan sangat penting. Peran serta dan kesadaran masyarakat sangat membantu keberhasilan program, apalagi sistem peternakan di Kabupaten Klaten yang tradisional dan dalam skala kecil. Hal ini berarti ternak merupakan aset kekayaan dan tumpuan hidup masyarakat (Rompis, 2002).
 Pada dasarnya dikenal dua strategi pemberantasan apabila prevalensi reaktor lebih dari 2% maka pemberantasannya dengan vaksinasi, sedangkan jika kurang dari 2% lazimnya dengan test and slaughter (CFT +), untuk selanjutnya terus dilakukan surveilans (Rompis, 2002 dan Putro 2009). Kabupaten Klaten tergolong dalam daerah sporadis ringan karena  Apperent prevalence nya adalah 2, 617% (dari 191 sampel yang diambil 5 sampel (+) CFT), sedangkan jika dihitung True prevalence / prevalensi sebenarnya diperoleh 3,02%:
Jika asumsi kita Sensitifitas CFT= 73,9%, Spesifisitas CFT= 99,6%,
Prevalensi sebenarnya=  =  = 0,0302
Mengingat adanya keterbatasan dana dalam program pengendalian dan pemberantasan brucellosis maka direncanakan dengan sistem target. Target yang pertama adalah wilayah, dimana wilayah yang diprioritaskan adalah wilayah paling beresiko tinggi yaitu Kecamatan Jatinom dan Tulung, sedangkan untuk dua kecamatan yang lain sebagai prioritas wilayah berikutnya. Target kedua adalah jenis populasi, populasi sebagai obyek surveilans adalah sapi betina dewasa (sudah bunting), dan obyek utama vaksinasi adalah sapi betina dewasa dan pedhet betina. Kegiatan depopulasi sapi reaktor dilakukan dengan sistem penjualan daging sapi reaktor, dengan pemotongan  bersyarat  dibawah pengawasan petugas. Kompensasi yang diberikan berupa tambahan dana untuk membeli ternak baru, jadi hasil penjualan daging sapi reaktor ditambah dana tambahan dari pemerintah digunakan peternak untuk membeli ternak baru. Sistem kompensasi ini diharapkan dapat memberantas penyakit, tidak merugikan peternak dan beban pemerintah tidak terlalu berat. Meskipun apparent prevalence nya sudah diatas 2% tetapi program test and slaughter direncanakan untuk mempercepat pemberantasan.
Program Vaksinasi direncanakan untuk 7 tahun, asumsi program pada tahun ke 5 sudah tervaksin 100% (tiap tahun proporsi ternak yang divaksinasi adalah 20%). 2 tahun terakhir untuk evaluasi program, sehingga pada tahun ke 7 semua betina dewasa  dalam usia yang sama dengan reaktor sudah tereliminasi secara alami, dan tahun ke 8 merupakan populasi bebas dari reaktor. Vaksin yang digunakan direncanakan menggunakan strain RB 51 yang tidak menimbulkan hasil positif palsu pada pemeriksaan serum konvensional, sehingga mengurangi biaya tagging ternak dan perwatan pasca tagging.
Kabupaten Klaten terutama pada 2 kecamatan target tersebut ternak merupakan sandaran hidup utama bagi masyarakat maka pelaksanaan program diharapkan dapat sukses. Kesuksesan program akan membantu meringankan beban kerugian ekonomi yang diderita masyarakat. Untuk itu perlu strategi pendekatan kepada masyarakat. Sosialisasi dan kesadaran masyarakat dalam mendukung program perlu dilakukan. Sebelum pelaksanaan program akan dilakukan kegiatan sosialisasi atau penyuluhan baik pada skala pejabat desa, kelompok-kelompok ternak ataupun masyarakat langsung. Apabila kesadaran peternak sudah tumbuh dan mengerti akan pentingnya program tersebut diharapkan untuk selanjutnya masyarakat mau dan mampu untuk secara mandiri melakukan vaksinasi brucellosis.
Hambatan-hambatan yang mungkin ditemui.
            Program yang direncanakan kurang lebih 7 tahun sangat rentan dengan berbagai masalah. Masalah-masalah yang mungkin ditemui adalah;
·         Pelaksanaan test and slaughter tidak berhasil, ternak tidak boleh dijual dalam bentuk daging.
·         Ternak tidak boleh divaksinasi dengan alasan akan menurunkan produksi.
·         Ternak tidak boleh diambil sampel darahnya, takut jika ternyata ternaknya merupakan reaktor.
·         Waktu pelaksanaan kegiatan yang bersamaan dengan waktu kerja masyarakat.
·         Petugas pengawas pemotongan ternak dan petugas pengawasan lalulintas ternak yang lemah.
·         Kurang sumber daya petugas dalam pelaksanaan program.
·         Dana kegiatan berhenti ditengah program.
·         Komitmen dinas dalam jangka waktu 7 tahun ada kemungkinan terjadi perubahan kebijakan.
·         Mobilitas ternak yang terlalu tinggi.
·         Recording terhadap ternak yang tidak rapi.


ANALISIS EKONOMI PROGRAM PEMBERANTASAN BRUCELLOSIS DI DAERAH RESIKO TINGGI KABUPATEN KLATEN

            Parameter yang digunakan dalam penghitungan kerugian dan pelaksanaan program adalah parameter ekonomi dan parameter epidemiologi, dimana masing-masing menggunakan dasar data laboratorium, studi pustaka, data lapangan dan informasi para ahli.
Untuk parameter ekonomi adalah:
Nilai dan harga pada parameter ekonomi diperoleh dari survei pasar dan kenyataan yang ada didaerah pada saat ini.
Parameter epidemiologi yang digunakan dalam analisa adalah:
Parameter epidemiologi diperoleh dari data lapangan, hasil laporan laboratorium, studi pustaka, dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya.
Dari kedua parameter tersebut maka kerugian-kerugian ekonomi dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Perinatal Mortality:
Pr x Mpe x Hpe
2.      Penurunan Produksi Susu:
1.      Kerugian  langsung akibat Penurunan produksi Susu:

Pr x Lm x  L x Lt x Hs

2.      Biaya kehilangan susu akibat meningkatnya  interval beranak:

3.      Biaya kehilangan susu akibat meningkatnya abortus: (angka 16 diperoleh dari asumsi abortus pada kebuntingan trimester ke 3 yaitu 7 bulan + lama kebuntingan berikutnya)

3.      Penurunan Berat Badan:
1.      Kerugian langsung akibat penurunan Berat badan:
Pr x (1-Lm) x WL x Ws x Hd ...

2.      Biaya kehilangan berat badan akibat meningkatnya interval beranak:
                       
3.      Biaya kehilangan berat badan akibat meningkatnya abortus:
 ...

4.      Tukar Ternak:
Pr x Ab x T x Rc ...
5.      Opportunity Cost
Pr x Oc
6.      Penurunan produktivitas tenaga kerja manusia akibat sakit
(Pr x Sk x 3) + (Pr x D) ...
7.      Biaya desinfeksi dan disposal:
Pr x De x (Dc + Sc) ...
8.      Biaya tukar ternak reaktor oleh pemerintah:
Pr x De x Rc
9.      Biaya surveilans:
(1-Pr) x Psu x (S + Ms + Lab) ...
10.  Biaya Vaksinasi:
·         Vaksinasi pada sapi betina Dewasa:
(1-   Pr) x Pv x (V + Opv)...
·         Vaksinasi pada Pedhet
(1-   Pr) x PeV x (Vpe + Opv) ...
11.  Penurunan Harga Jual Sapi Betina dewasa:
(1-   Pr) x Pj x Dp ...
12.  Biaya operasional penyuluhan, operasional pengawasan lalulintas ternak dan pengadaan materi penyuluhan.

Evaluasi Kegiatan tahun 2010
            Pada saat kejadian wabah tahun 2010 merupakan kasus baru dan pemerintah daerah Kabupaten Klaten dalam hal ini Dinas yang membidangi peternakan belum memiliki strategi penanganan, maka pada tahun 2010 belum dilakukan kegiatan penanganan kasus brucellosis. Kebijakan sementara yang dilakukan oleh dinas adalah isolasi terhadap ternak reaktor agar tidak dijual dengan cara pendekatan kepada pemilik ternak. Tidak diketahuinya berapa angka prevalensi pada saat itu menyebabkan semakin sulit untuk mengambil kebijakan yang lebih kongkrit, ditambah tidak adanya dana jika harus melakukan kompensasi ternak.
            Evaluasi kegiatan tahun 2010 adalah evaluasi kerugian ekonomi yang ditanggung oleh peternak sebagai dampak langsung brucellosis pada kegiatan produksi peternakan dan dampak tidak langsung. Rincian Kerugian ekonomi tahun 2010 pada Tabel 1.
Program Tahun I
            Program tahun I direncanakan melakukan kegiatan desinfeksi dan disposal, tukar ternak reaktor oleh pemerintah daerah, surveilans, penyuluhan, pengadaan leaflet, pengawasan lalulintas ternak dan vaksinasi terhadap ternak target yaitu sapi betina dewasa dan pedhet betina. Proporsi hewan terkena brucellosis diasumsikan masih sama dengan pada tahun 2010 karena pada tahun tersebut belum dilakukan kegiatan apapun. Kegiatan program tahun pertama diharapkan sudah dijalankan diawal tahun sehingga diharapkan kerugian yang ditanggung akan semakin berkurang. Parameter kerugian secara epidemiologi diharapkan sudah menurun, misalnya angka keguguran menurun dari 15% menjadi 10%, angka kematian anak sapi menurun dari 10% menjadi 6% dan seterusnya. Pada Tahun pertama program diasumsikan dapat melakukan tukar ternak reaktor sebanyak 90%. Rincian kerugian secara ekonomi dan biaya program tahun I pada Tabel 2.
Program Tahun II
            Program tahun II melanjutkan tahun sebelumnya, melakukan kegiatan desinfeksi dan disposal, tukar ternak reaktor oleh pemerintah daerah, surveilans, pengawasan lalulintas ternak dan vaksinasi terhadap ternak target yaitu sapi betina dewasa dan pedhet betina. Pada tahu II ini penyuluhan tidak dilakukan lagi karena semua kegiatan penyuluhan sudah dilakukan pada tahun I. Vaksinasi pada hewan target dilanjutkan 20% populasi berikutnya. Karena pada tahun sebelumnya sudah dilakukan tukar ternak reaktor sebanyak 90% maka diasumsikan proporsi hewan yang terkena brucellosis sudah berkurang sebanyak 90% juga, sehingga diasumsikan pada tahun II ini proporsinya tinggal 0,5%. Kegiatan tukar ternak reaktor pada tahun ini diharapkan dapat dilakukan 100% diasumsikan jumlah reaktor semakin sedikit.  Sebagai dampak positif dari Program tahun I dan II maka terjadi penurunan pada berbagai faktor kerugian. Rincian kerugian secara ekonomi dan biaya program Tahun II pada Tabel 3.


TABEL 1 Evaluasi Tahun 2010
No
Jenis Kerugian
Faktor
populasi Jtn & Tlg
Biaya 1
1
2
3
4
Populasi 4 Kecmt
Biaya 2
Dampak Langsung
1
perinatal mortality
Pr x Mpe x Hpe
Mpe= 0,10
Pr= 0,02617
hpe= 1000000
5.152
13.482.784,00
14.590,00
38.182.030,00
2
penurunan produksi susu
0,00
0
0,00
Akibat langsung
Pr x Lm x L x Lt x Hs
L= 0,15
Lt= 1200
Lm= 0,40
Hs= 3000
5.152
29.122.813,44
14.590,00
82.473.184,80
interval beranak
((12/I)-(12/I + Wp)) x Pr x Lm x Lr x Hs
I= 15
Wp= 4
Lr= 1440
5.152
39.239.159,16
14.590,00
111.121.764,78
Abortus
((12/I)-(12/I + (16 x Ab)) x Pr x Lm x Lr x Hs
Ab= 0,15
5.152
25.708.414,62
14.590,00
72.803.914,85
3
Penurunan Berat Badan
0,00
0,00
0,00
Akibat Langsung
Pr x (1 - Lm) x WL x Ws x Hd
WL=0,05
Ws= 400
Hd= 18000
5.152
29.122.813,44
14.590,00
82.473.184,80
Interval Beranak
((12/I) - (12/I + Wp)) x Pr x Lm x Wpe x Hd
Wpe= 20
5.152
3.269.929,93
14.590,00
9.260.147,06
Abortus
((12/I) - (12/I + (16 x Ab)) x Pr x Lm x Wpe x Hd
D= 50000
5.152
2.142.367,88
14.590,00
6.066.992,89
4
Tukar ternak
Pr x Ab x T x Rc
T= 0,15
Rc= 1500000
5.152
4.550.439,60
14.590,00
12.886.435,13
5
Opportunity Cost
Pr x Oc
Oc= 120000
5.152
16.179.340,80
14.590,00
45.818.436,00
6
Penurunan produktivitas SDM
(Pr x populasi x Sk x 3) + (Pr x Populasi x D)
Sk= 30000
5152
18.875.897,60
14.590,00
53.454.842,00
Sub Total
181.693.960,47
514.540.932,31
Dampak Tidak Langsung
Dc= 50000
7
Desinfeksi dan Disposal
Pr x De x (Dc + Sc)
De= 0
Dp= 750000
5152
0,00
14.590,00
0,00
8
Penurunan penjualan Sapi
(1 - Pr) x Pj x Dp
Pj= 0,01
Sc= 100000
5152
37.628.791,20
14.590,00
106.561.347,75
Sub Total
37.628.791,20
106.561.347,75
Total
219.322.751,67
621.102.280,06
TABEL 2 Program Tahun I
No
Jenis Kerugian
Faktor
populasi Jtn & Tlg
Biaya 1
1
2
3
4
Populasi 4 Kecmt
Biaya 2
Dampak Langsung
1
perinatal mortality
Pr x Mpe x Hpe
Mpe= 0,06
Pr= 0,02617
hpe= 1000000
5.152
8.089.670,40
14.590,00
22.909.218,00
2
penurunan produksi susu
0,00
0
0,00
Akibat langsung
Pr x Lm x L x Lt x Hs
L= 0,10
Lt= 1200
Lm= 0,40
Hs= 3000
5.152
19.415.208,96
14.590,00
54.982.123,20
interval beranak
((12/I)-(12/I + Wp)) x Pr x Lm x Lr x Hs
I= 15
Wp= 2
Lr= 1440
5.152
21.927.765,41
14.590,00
62.097.456,78
Abortus
((12/I)-(12/I + (16 x Ab)) x Pr x Lm x Lr x Hs
Ab= 0,10
5.152
17.964.916,24
14.590,00
50.875.024,83
3
Penurunan Berat Badan
0,00
0,00
0,00
Akibat Langsung
Pr x (1 - Lm) x WL x Ws x Hd
WL=0,03
Ws= 400
Hd= 18000
5.152
17.473.688,06
14.590,00
49.483.910,87
Interval Beranak
((12/I) - (12/I + Wp)) x Pr x Lm x Wpe x Hd
Wpe= 20
5.152
1.827.313,78
14.590,00
5.174.788,05
Abortus
((12/I) - (12/I + (16 x Ab)) x Pr x Lm x Wpe x Hd
D= 50000
5.152
1.497.076,35
14.590,00
4.239.585,39
4
Tukar ternak
Pr x Ab x T x Rc
T= 0,10
Rc= 1500000
5.152
2.022.417,60
14.590,00
5.727.304,50
5
Opportunity Cost
Pr x Oc
Oc= 120000
5.152
16.179.340,80
14.590,00
45.818.436,00
6
Penurunan produktivitas SDM
(Pr x populasi x Sk x 3) + (Pr x Populasi x D)
Sk= 30000
5152
18.875.897,60
14.590,00
53.454.842,00
Sub Total
125.273.295,20
354.762.689,63
Dp= 750000
Dampak Tidak Langsung
Lab= 3000
7
Desinfeksi dan Disposal
Pr x De x (Dc + Sc)
De=0,9
5152
18.201.758,40
14.590,00
51.545.740,50
8
Tukar ternak oleh Pemerintah
Pr x  De x Rc
Dc= 50000
5152
182.017.584,00
14.590,00
515.457.405,00
9
Biaya Surveilans
(1-Pr) x Psu x (S + Ms + Lab)
Psu= 0,1
Ms= 4000
S= 5000
5152
6.020.606,59
14.590,00
17.049.815,63
10
Vaksinasi Betina Dewasa
(1-Pr) x Pv x (V + Opv)
Pv= 0,20
V= 10000
Opv= 3000
5151
13.044.647,62
14.590,00
36.948.438,90
11
Vaksinasi Pedhet Betina
(1-Pr) x PVp x (Vpe + Opv)
PVp= 0,20
Vpe= 100000
3476
69.731.681,45
9.078,00
182.112.832,05
12
Penurunan penjualan Sapi
(1 - Pr) x Pj x Dp
Pj= 0,01
Sc= 100000
5152
37.628.791,20
14.590,00
106.561.347,75
13
Penyuluhan
Opp + Ap
Ap= 1000000
Opp=1000000
2.000.000,00
4.000.000,00
14
Leaflet
Lef=2000000
2.000.000,00
2.000.000,00
15
Pengawasan La-lin Ternak
OLL
OLL=9125000
9.125.000,00
9.125.000,00
Sub Total
339.770.069,26
924.800.579,83
Total
465.043.364,46
1.279.563.269,46







TABEL 3 Program Tahun II
No
Jenis Kerugian
Faktor
populasi Jtn & Tlg
Biaya 1
1
2
3
4
Populasi 4 Kecmt
Biaya 2
Dampak Langsung
1
perinatal mortality
Pr x Mpe x Hpe
Mpe= 0,03
Pr= 0,005
hpe= 1000000
5.030
754.500,00
14.246,00
2.136.900,00
2
penurunan produksi susu
0,00
0,00
Akibat langsung
Pr x Lm x L x Lt x Hs
L= 0,05
Lt= 1200
Lm= 0,40
Hs= 3000
5.030
1.810.800,00
14.246,00
5.128.560,00
interval beranak
((12/I)-(12/I + Wp)) x Pr x Lm x Lr x Hs
I= 15
Wp= 1
Lr= 1440
5.030
2.172.960,00
14.246,00
6.154.272,00
Abortus
((12/I)-(12/I + (16 x Ab)) x Pr x Lm x Lr x Hs
Ab= 0,05
5.030
1.760.372,66
14.246,00
4.985.739,35
3
Penurunan Berat Badan
0,00
0,00
Akibat Langsung
Pr x (1 - Lm) x WL x Ws x Hd
WL=0,01
Ws= 400
Hd= 18000
5.030
1.086.480,00
14.246,00
3.077.136,00
Interval Beranak
((12/I) - (12/I + Wp)) x Pr x Lm x Wpe x Hd
Wpe= 20
5.030
181.080,00
14.246,00
512.856,00
Abortus
((12/I) - (12/I + (16 x Ab)) x Pr x Lm x Wpe x Hd
D= 50000
5.030
146.697,72
14.246,00
415.478,27
4
Tukar ternak
Pr x Ab x T x Rc
T= 0,05
Rc= 1500000
5.030
94.312,50
14.246,00
267.112,50
5
Opportunity Cost
Pr x Oc
Oc= 120000
5.030
585,79
14.246,00
1.659,08
6
Penurunan produktivitas SDM
(Pr x populasi x Sk x 3) + (Pr x Populasi x D)
Sk= 30000
5.030
3.521.000,00
14.246,00
9.972.200,00
Sub Total
11.528.788,67
32.651.913,20
Dp= 750000
Dampak Tidak Langsung
Lab= 3000
7
Desinfeksi dan Disposal
Pr x De x (Dc + Sc)
De=1
5030
3.772.500,00
14.246,00
10.684.500,00
8
Tukar ternak oleh Pemerintah
Pr x  De x Rc
Dc= 50000
5030
37.725.000,00
14.246,00
106.845.000,00
9
Biaya Surveilans
(1-Pr) x Psu x (S + Ms + Lab)
Psu= 0,1
Ms= 4000
S= 5000
5030
6.005.820,00
14.246,00
17.009.724,00
10
Vaksinasi Betina Dewasa
(1-Pr) x Pv x (V + Opv)
Pv= 0,20
V= 10000
Opv= 3000
4026
10.415.262,00
11.404,00
29.502.148,00
11
Vaksinasi Pedhet Betina
(1-Pr) x PVp x (Vpe + Opv)
PVp= 0,20
Vpe= 100000
2799
57.371.103,00
7.310,00
149.833.070,00
12
Penurunan penjualan Sapi
(1 - Pr) x Pj x Dp
Pj= 0,01
Sc= 100000
5030
37.536.375,00
14.246,00
106.310.775,00
13
Pengawasan Lalin Ternak
OLL
OLL=9125000
9.125.000,00
9.125.000,00
Sub Total
161.951.060,00
429.310.217,00
Total
173.479.848,67
461.962.130,20
1
Populasi setelah ada depopulasi= 5152 x 0,02617 x 0,9 = 121,34
populasi setelah ada depopulasi= 5152 -121,34 = 5030
2
Populasi = 14590 x 0,02617 x 0,9 = 343,64
populasi = 14590 - 344 = 14246
3
populasi yg di vaksin dewasa= (1-0,02617) x 5152 x 0,2 = 1003,4
populasi yg divaksin dewasa= 5030-1004= 4026
4
Populasi yg divaksin pedhet= (1-0,02617) x 3476 x 0,2= 677
populasi yg divaksin pedhet= 3476 - 677 = 2799





Program Tahun III
            Program tahun III merupakan tahap pertama pemeliharaan status. Pemeliharaan status dimaksudkan karena pada tahun III ini sudah tidak ada lagi hewan reaktor. Apabila hewan reaktor sudah 0 ekor berarti penghitungan kerugian secara ekonomi terhadap dampak langsung produksi peternakan sudah menjadi 0 rupiah. Pada tahun ini kegiatan yang dilakukan hanya surveilans, melanjutkan vaksinasi ternak target dan pengawasan lalulintas ternak. Vaksinasi terus dilakukan sampai dengan 100% ternak target tervaksinasi semua, dan kegiatan surveilans terus dilakukan sampai dengan akhir program untuk bahan evaluasi. Pengawasan lalu-lintas ternak penting untuk ditegakkan karena merupakan salah satu pintu resiko tertinggi dalam penularan penyakit. Rincian biaya program Tahun III pada Tabel 4.
Asumsi kerugian dan pengeluaran biaya akibat Brucellosis untuk Biaya 1 (2 kecamatan).
2010
Program Tahun I
Program Tahun II
Program Tahun III
Dampak Langsung
181.693.960,47
125.273.295,20
11.528.788,67
0,00
Dampak Tidak Langsung
37.628.791,20
339.770.069,26
161.951.060,00
83.170.770,00
219.322.751,67
465.043.364,46
173.479.848,67
83.170.770,00

Asumsi Kerugian dan pengeluaran biaya akibat brucellosis untuk Biaya 2 (4 kecamatan)
2010
Program Tahun I
Program Tahun II
Program Tahun III
Dampak Langsung
514.540.932,31
354.762.689,63
32.651.913,20
0,00
Dampak Tidak Langsung
106.561.347,75
924.800.579,83
429.310.217,00
214.359.637,35
621.102.280,06
1.279.563.269,46
461.962.130,20
214.359.637,35



TABEL 4 Program Tahun III
No
Jenis Kerugian
Faktor
populasi Jtn & Tlg
Biaya 1
1
2
3
4
Populasi 4 Kecmt
Biaya 2
Dampak Langsung
1
perinatal mortality
Pr x Mpe x Hpe
Mpe= 0,03
Pr= 0,0
hpe= 1000000
5.005
0,00
14.174,00
0,00
2
penurunan produksi susu
0
0,00
0,00
0,00
Akibat langsung
Pr x Lm x L x Lt x Hs
L= 0,05
Lt= 1200
Lm= 0,40
Hs= 3000
5.005
0,00
14.174,00
0,00
interval beranak
((12/I)-(12/I + Wp)) x Pr x Lm x Lr x Hs
I= 15
Wp= 1
Lr= 1440
5.005
0,00
14.174,00
0,00
Abortus
((12/I)-(12/I + (16 x Ab)) x Pr x Lm x Lr x Hs
Ab= 0,05
5.005
0,00
14.174,00
0,00
3
Penurunan Berat Badan
0
0,00
0,00
0,00
Akibat Langsung
Pr x (1 - Lm) x WL x Ws x Hd
WL=0,01
Ws= 400
Hd= 18000
5.005
0,00
14.174,00
0,00
Interval Beranak
((12/I) - (12/I + Wp)) x Pr x Lm x Wpe x Hd
Wpe= 20
5.005
0,00
14.174,00
0,00
Abortus
((12/I) - (12/I + (16 x Ab)) x Pr x Lm x Wpe x Hd
D= 50000
5.005
0,00
14.174,00
0,00
4
Tukar ternak
Pr x Ab x T x Rc
T= 0,05
Rc= 1500000
5.005
0,00
14.174,00
0,00
5
Opportunity Cost
Pr x Oc
Oc= 120000
5.005
0,00
14.174,00
0,00
6
Penurunan produktivitas SDM
(Pr x populasi x Sk x 3) + (Pr x Populasi x D)
Sk= 30000
5.005
0,00
14.174,00
0,00
Sub Total
0,00
0,00
Dp= 0
Dampak Tidak Langsung
Lab= 3000
7
Desinfeksi dan Disposal
Pr x De x (Dc + Sc)
De=0
5005
0,00
14.174,00
0,00
8
Tukar ternak oleh Pemerintah
Pr x  De x Rc
Dc= 50000
5005
0,00
14.174,00
0,00
9
Biaya Surveilans
(1-Pr) x Psu x (S + Ms + Lab)
Psu= 0,1
Ms= 4000
S= 5000
5005
5.975.970,00
14.174,00
16.923.756,00
10
Vaksinasi Betina Dewasa
(1-Pr) x Pv x (V + Opv)
Pv= 0,20
V= 10000
Opv= 3000
3147
10.410.400,00
11.404,00
37.724.881,35
11
Vaksinasi Pedhet Betina
(1-Pr) x PVp x (Vpe + Opv)
PVp= 0,20
Vpe= 100000
2799
57.659.400,00
7.310,00
150.586.000,00
12
Penurunan penjualan Sapi
(1 - Pr) x Pj x Dp
Pj= 0,01
Sc= 100000
5005
0,00
14.174,00
0,00
13
Pengawasan Lalin Ternak
OLL
OLL=9125000
9.125.000,00
9.125.000,00
Sub Total
83.170.770,00
214.359.637,35
Total
83.170.770,00
214.359.637,35
1
Populasi setelah ada depopulasi= 5030x 0,005 x 1 = 25,15
populasi setelah ada depopulasi= 5030 - 25 = 5005
2
Populasi = 14246 x 0,005 x 1 = 71,23
populasi = 14246 - 72 = 14174
3
populasi yg di vaksin dewasa= (1-0,005) x 5030 x 0,2 = 1000,97
populasi yg divaksin dewasa= 5005- (1004 + 1001)= 3147
4
Populasi yg divaksin pedhet= (1-0,005) x 3476 x 0,2= 691,7
populasi yg divaksin pedhet= 3476 - 677 = 2799






Jumlah kerugian yang ditimbulkan akibat brucellosis pada tahun 2010 memperlihatkan angka yang sangat besar yang ditanggung oleh peternak. Angka tersebut akan terus membesar jika tidak dilakukan tindakan pengendalian dan pemberantasan. Pada program Tahun I memperlihatkan adanya penurunan kerugian yang merupakan dampak langsung ± 31%, pada program tahun II penurunan kerugian ± 93% dan program tahun III mencapai 100%. Pengeluaran tidak langsung yang merupakan biaya program pengendalian dan pemberantasan terbesar ada pada tahun I program, tahun II menurun ± 52% dan tahun III menurun ±75% . Pada Tahun I program merupakan langkah awal kegiatan, yang artinya hasil dari kegiatan tahun I merupakan investasi untuk tahun berikutnya. Kegiatan penyuluhan dan pendekatan kepada masyarakat difokuskan pada tahun I dengan tujuan memperoleh dukungan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan. Untuk tahun ke IV dan selanjutnya biaya program dalam kisaran rupiah yang sama dengan tahun III. Jika melihat kerugian yang menjadi Rp 0,- maka program pengendalian dan pemberantasan ini sangat layak untuk dilakukan.
            Dengan keterbatasan dana yang dimiliki daerah maka pemberantasan dan pengendalian  dapat difokuskan pada daerah yang paling beresiko tinggi (daerah target) dan selanjutnya dapat di kembangkan ke daerah beresiko lainnya. Apabila dalam penggalangan kesadaran masyarakat dapat berhasil diharapkan masyarakat dapat secara mandiri melakukan vaksinasi untuk ternak-ternaknya, hal ini tentu akan sangat membantu kesuksesan program dan pengurangan biaya yang ditanggung pemerintah daerah.

KESIMPULAN DAN SARAN
·                Program Kegiatan Pengendalian dan pemberantasan Brucellosis di Kabupaten Klaten layak untuk dijalankan.
·                Melibatkan seluruh komponen masyarakat terutama tokoh masyarakat dan peternak untuk mendukung Program.







DAFTAR PUSTAKA

Bernues, A., Manrique, E., Maza, M.T., 1997, Economic evaluation of Bovine brucellosis and tuberculosis eradication programmes in a mountain area of Spain, Preventive Veterinary Medicine 30 (1997) 137-149.
Putro, P.P., 2009, Brucellosis dan Infectious Bovine Rhinotrcheitis Serta Pengaruhnya terhadap Daya reproduktivitas Sapi, Rapat Koordinasi dan Evaluasi Pembebasan Brucellosis Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan Banjarbaru 19-20 Oktober 2009.
Quinn, P.J., Markey, B.K., Carter, M.E., Donnely, W.J.C., and Leonard, F.C. 2007 Veterinary Microbiology and Mricrobial disease. Blackwell Science Ltd. 9600 Garsington road, Oxford, UK.
Rompis, A.L.T., 2002, Epidemiologi Bovine Brucellosis, dengan Penekanan pada Kejadian di Indonesia, J Vet 2002 3 (4) : 155-163.
Richey, E.J., and Harrel, D., 1997, Brucella Abortus Disease (Brucellosis) in Beef Cattle, University Of Florida, http://hammock.ifas.ufl.edu
Salmani, A.S., Siadat, S.D., Fallahian, M.R., Ahmadi, H., Norouzian, D., Yaghmai, P., Aghasadeghi, M.R., Mobarakeh, J.I., Sadat, S.M., Zangeneh, M., and Kheirandish, M. 2009. Serological Evaluation of Brucella abortus S99 Lipopolysaccharide Extracted by an Optimized Method. American Journal of infectious Diseases 5 (1): 11-16, 2009.
Singh, B. and Prasad, S., 2008, Modelling of Economic Losses due to Some Important Diseases in Goats in India, Agriculture Economics Research Review. Vol. 21 july-December 2008 pp 297-302.
Talaro, K.P., and Talaro, A., 2002. Foundations in Microbiology. 4th ed. E-book. www.mhhe.com/primis/online. ISBN 0-07-248864-6.
Thrusfield, M., 2007, Veterinary Epidemiologi, Third edition, Blackwell Publishing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar