PERHITUNGAN EKONOMI AKIBAT
BRUCELLOSIS PADA SAPI DI DAERAH RESIKO TINGGI KABUPATEN KLATEN
drh. Ely Susanti, M.Sc.
PENDAHULUAN
Brucellosis
adalah salah satu dari 12
jenis penyakit hewan menular strategis (Perdirjen No. 59 Th. 2007). Brucellosis
merupakan salah satu penyakit zoonosis yang penting di dunia. Hampir semua hewan
domestik dapat terinfeksi (kecuali kucing). Menyebabkan penurunan produksi
susu, abortus, anak lahir lemah, penurunan berat badan, infertilitas dan kepincangan.
Brucellosis juga merupakan faktor
penghambat utama dalam perdagangan tenak, hal itu
menyebabkan brucellosis juga sebagai salah satu penyakit dengan dampak ekonomi
cukup besar (Rompis, 2002 dan Bernues at al. 1996)
Pada
sapi brucellosis merupakan penyakit penting terutama untuk sapi betina. Sapi
jantan dapat juga terinfeksi tetapi tidak secara langsung menyebarkan penyakit. Brucellosis
pada sapi disebabkan oleh bakteri Brucella abortus yang menyebabkan abortus pada trimester
terakhir & infertilitas. Dalam daftar klasifikasi penyakit OIE
brucellosis termasuk dalam daftar
penyakit B. Bakteri ini merupakan bakteri intraseluler yang memiliki daya tahan tinggi, dapat disembuhkan
dengan antibiotik tetapi secara ekonomi terlalu tinggi biayanya sehingga tidak
dapat diaplikasikan untuk pertenakan. Brucellosis merupakan penyakit endemis di
Indonesia hampir di seluruh provinsi di Indonesia (Kecuali Bali &
Lombok)
yang merupakan biotype 1( Richey and Harrel, 1997 dan Putro, 2009).
Gejala klinis pada sapi betina adalah terjadinya abortus pada trimester terakhir baik secara individual atau kelompok besar berkisar 30-80%, Stillbirth
(lahir mati), retensi plasenta dan
metritis (radang uterus) sehingga
menyebabkan infertilitas bahkan pada kasus tertentu menyebabkan sterilitas permanen. Pada sapi jantan dapat menyebabkan terjadinya orchitis, epididymitis, seminal vesiculitis, arthritis atau hygroma pada
sendi kaki ( pincang) (Putro, 2009 dan Rompis, 2002) . Pada
manusia pertama kali ditemukan di Pulau MALTA pada seorang tentara oleh Dr.
David Bruce tahun 1887, sehingga gejala pada manusia dikenal sebagai demam
malta atau demam undulan (undulant
fever, fluctuating fever, irregular fever) menggigil, depresi, kelemahan umum,
pusing kepala, nyeri sendi di
sekujur tubuh.
Prevalensi di
Indonesia sangat bervariasi karena kondisi geografis dan budaya di Indonesia
yang sangat bervariasi. Prevalensi reaktor bervariasi
hal ini kemungkinan
disebabkan oleh system surveilans, pencegahan dan pemberantasan
dimasing-masing daerah yang belum sesuai dengan kaidah epidemiologi. Sebagai
salah satu contoh adalah di Kabupaten Klaten, dalam kurun waktu hampir 10 tahun
terakhir hasil surveilans laboratorium tipe B Provinsi Jawa Tengah belum pernah
mendapatkan hasil RBT positif konfirmasi CFT positif. Pada tahun 2010 hasil
surveilans Laboratorium Tipe B Provinsi Jawa Tengah menunjukkan ada 6 sampel
RBT positif kemudian dilanjutkan uji CFT di BBV Wates menunjukkan 5 sampel
Positif brucellosis. Sebagai daerah tertular baru maka perlu serangkaian
kegiatan yang bertujuan mencegah penyebaran penyakit, mengendalikan penularan
kedaerah lain dan pemberantasan (Rompis, 2002 dan Thrusfield, 2007).
KERUGIAN EKONOMI AKIBAT BRUCELLOSIS PADA
SAPI
Kerugian ekonomi akibat brucellosis sangat besar, terutama didaerah
endemis. Kerugian ini ada yang berdampak langsung pada sistem produksi
peternakan serta pengeluaran ekstra dan dampak tidak langsung. Dalam
penghitungan kerugian ekonomi digunakan Parameter epidemiologi, Parameter
ekonomi, hasil study dan penelusuran pustaka, data survey Laboratorium dan
kondisi penanganan saat ini.
Dampak
Langsung
Dampak langsung pada sistem produksi
peternakan adalah penurunan produksi susu pada sapi perah, penurunan berat
badan pada sapi potong, adanya perinatal
mortality, abortus, infertilitas dan penurunan harga sapi, selain itu ada
pengeluaran ekstra yang disebabkan karena peternak terpaksa tukar tambah ternak
akibat abortus atau terjadi infertilitas. Penurunan produksi susu dapat
dibedakan menjadi 3 yaitu; akibat langsung kehilangan produksi susu, kehilangan
susu akibat meningkatnya interval beranak dan kehilangan susu akibat
meningkatnya kejadian abortus. Penurunan berat badan juga dibedakan menjadi 3
penyebab yaitu; penurunan berat badan sebagai akibat langsung, kehilangan berat
badan sebagai akibat meningkatnya periode interval beranak dan kehilangan berat
badan akibat meningkatnya kejadian abortus ( Singh and Prasad, 2008). Menurut
Bernues at al. 1996 angka abortus pada
brucellosis berdasarkan berbagai studi adalah antara 10%- 50%, tetapi biasanya
diambil nilai yang paling sering muncul yaitu 15%. Infertilitas berakibat
keterlambatan kebuntingan berikutnya, di peternakan rakyat Indonesia dapat berkisar
antara 3-5 bulan, sehingga dapat diambil rata-rata 4 bulan. Brucellosis
menyebabkan perinatal mortality,
beberapa literatur menyebutkan kisaran angka 5% – 20% dan dapat diambil nilai
yang paling sering muncul adalah 10%. Perlu diperhitungkan juga opportunity
cost merupakan biaya kenaikan jumlah pakan karena berat badan yang menurun,
hilangnya ternak muda, perawatan dan pengobatan dan lain-lain yang diasumsikan
20% dari biaya pemeliharaan sapi. Pengeluaran ekstra yang harus dikeluarkan
adalah biaya program pencegahan, pengendalian dan pemberantasan, diantaranya
adalah penggantian biaya untuk tukar tambah ternak, disposal dan desinfeksi,
sosialisasi kepada masyarakat, surveilans dan vaksinasi. Selain hal-hal
tersebut karena brucellosis merupakan penyakit zoonosis maka akan ada kergian
sebagai dampak penurunan produktivitas kerja akibat sakit yang diderita pekerja
atau peternak.
Dampak Tidak Langsung
Kerugian
ekonomi sebagai bentuk pengaruh tidak langsung terhadap ekonomi daerah
diantaranya adalah; penurunan peluang penjualan sapi keluar daerah akibat seleksi terhadap daerah asal sapi,
penurunan pendapatan daerah (PAD) akibat menurunnya penjualan sapi keluar
daerah dan penurunan image daerah
tentang kualitas sapi. Penurunan image daerah tersebut akan membutuhkan waktu yang
lama untuk memperbaikinya. Untuk memperbaiki semua dampak tidak langsung
tersebut maka perlu program pencegahan, pengendalian dan pemberantasan yang
terpadu dan terukur sesuai dengan kaidah-kaidah epidemiologi.
DAERAH
RESIKO TINGGI TERHADAP BRUCELLOSIS DI KABUPATEN KLATEN
Potensi Wilayah
Kabupaten
Klaten merupakan daerah yang memiliki potensi pertanian dan peternakan yang
cukup tinggi. Kabupaten Klaten terdiri atas 26 kecamatan, dimana masing-masing
kecamatan memiliki potensi yang berbeda-beda. Ada kuarng lebih 8 kecamatan yang
memiliki populasi sapi diatas 3000 ekor, 5 kecamatan wilayah utara dan 3
kecamatan diwilayah selatan. Kecamatan-kecamatan yang memiliki resiko tinggi
tertular brucellosis adalah wilayah utara yang berbatasan langsung dengan
Kabupaten Boyolali. Dianggap beresiko tinggi karena memiliki mobilitas keluar
masuk ke pasar hewan Boyolali yang cukup tinggi, sementara kita ketahui
Boyolali merupakan daerah endemis Brucellosis dan pasar hewan Boyolali termasuk
salah satu pasar hewan terbesar di Jawa Tengah sehingga kemungkinan mendapatkan
ternak-ternak bermasalah dari berbagai daerah cukup besar.
Kecamatan yang berbatasan dengan
Kabupaten Boyolali yang dimaksud adalah perbatasan bagian utara yang merupakan
daerah sentra sapi perah.
4
kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Boyolali adalah Kecamatan
Jatinom, Tulung, Karangnongko dan Kemalang. Dari ke 4 kecamatan tersebut 2
diantaranya yaitu Jatinom dan Tulung merupakan wilayah dengan populasi sapi
perah terbesar di kabupaten Klaten dan memiliki akses dengan Kabupaten Boyolali
yang paling mudah. Sedangkan Kecamatan Karangnongko dan Kemalang sebagian kecil
ke pasar hewan Boyolali dan sebagian besar ke pasar hewan Prambanan. Dengan
demikian sebagai prioritas utama dalam pencegahan, pengendalian dan
pemberantasan Brucellosis adalah kecamatan Jatinom dan Tulung.
Jenis ternak sapi yang ada di ke 4
kecamatan tersebut adalah sapi potong (Peranakan Ongole, Simental, limousin)
dan sapi perah (PFH). Sapi jenis PFH sebagaian besar di wilayah kecamatan
Jatinom dan Tulung. Populasi ternak sapi yang berpotensi sebagai reaktor
brucellosis pada ke 4 kecamatan tersebut adalah:
Sebagai
prioritas utama sasaran program kegiatan pencegahan, pengendalian dan
pemberantasan Brucellosis adalah Kecamatan Jatinom dan Tulung, dengan populasi
target adalah:
Strategi Pemberantasan
Pada umumnya Brucella memiliki target pada organ reproduksi jantan dan betina
pada usia dewasa kelamin. Hewan yang terinfeksi berfungsi sebagai reservoir dan
biasanya terus berlangsung tak terbatas. Bakteri ini bersumber pada hewan yang
terinfeksi, dapat bertahan pada lingkungan yang lembab untuk beberapa bulan
lamanya (Quinn et al.,2002).
Penularan biasanya terjadi melalui membrana mukosa saluran pencernaan, veneral
contact, konjungtiva, penetrasi pada
kulit yang luka, inhalasi atau transplasenta. Sebagian besar kasus yang berada
di Indonesia penularannya melalui pencernaan. Abortus terjadi setelah usia
kebuntingan 5 bulan dan kebuntingan selanjutnya sapi menjadi bersifat karir.
Pada anak sapi infeksinya terbatas, berbeda dengan sapi dewasa dimana
infeksinya dapat persisten selama bertahun-tahun pada glandula mamari dan nodus
limpatikus (Quinn et al., 2007,
Salmani et al. Journal, 2009 dan
Talaro et al., 2002).
Mengingat
kondisi di Indonesia yang sangat bervariasi, maka keberhasilan program
pemberantasan sangat tergantung pada pendekatan yang digunakan. Melibatkan
komponen masyarakat dalam program pemberantasan sangat penting. Peran serta dan
kesadaran masyarakat sangat membantu keberhasilan program, apalagi sistem
peternakan di Kabupaten Klaten yang tradisional dan dalam skala kecil. Hal ini
berarti ternak merupakan aset kekayaan dan tumpuan hidup masyarakat (Rompis,
2002).
Pada dasarnya dikenal dua strategi
pemberantasan apabila prevalensi reaktor lebih dari 2% maka pemberantasannya
dengan vaksinasi, sedangkan jika kurang dari 2% lazimnya dengan test and slaughter (CFT +), untuk
selanjutnya terus dilakukan surveilans
(Rompis,
2002 dan Putro 2009). Kabupaten Klaten tergolong dalam daerah sporadis ringan
karena Apperent prevalence nya adalah 2, 617% (dari 191 sampel yang
diambil 5 sampel (+) CFT), sedangkan jika dihitung True prevalence / prevalensi sebenarnya diperoleh 3,02%:
Jika
asumsi kita Sensitifitas CFT= 73,9%, Spesifisitas CFT= 99,6%,
Prevalensi
sebenarnya= = = 0,0302
Mengingat
adanya keterbatasan dana dalam program pengendalian dan pemberantasan
brucellosis maka direncanakan dengan sistem target. Target yang pertama adalah wilayah, dimana wilayah yang
diprioritaskan adalah wilayah paling beresiko tinggi yaitu Kecamatan Jatinom
dan Tulung, sedangkan untuk dua kecamatan yang lain sebagai prioritas wilayah
berikutnya. Target kedua adalah
jenis populasi, populasi sebagai obyek surveilans adalah sapi betina dewasa
(sudah bunting), dan obyek utama vaksinasi adalah sapi betina dewasa dan pedhet
betina. Kegiatan depopulasi sapi reaktor dilakukan dengan sistem penjualan
daging sapi reaktor, dengan pemotongan bersyarat
dibawah pengawasan petugas. Kompensasi
yang diberikan berupa tambahan dana untuk membeli ternak baru, jadi hasil
penjualan daging sapi reaktor ditambah dana tambahan dari pemerintah digunakan
peternak untuk membeli ternak baru. Sistem kompensasi ini diharapkan dapat
memberantas penyakit, tidak merugikan peternak dan beban pemerintah tidak
terlalu berat. Meskipun apparent
prevalence nya sudah diatas 2% tetapi program test and slaughter direncanakan untuk mempercepat pemberantasan.
Program
Vaksinasi direncanakan untuk 7 tahun, asumsi program pada tahun ke 5 sudah
tervaksin 100% (tiap tahun proporsi ternak yang divaksinasi adalah 20%). 2
tahun terakhir untuk evaluasi program, sehingga pada tahun ke 7 semua betina
dewasa dalam usia yang sama dengan
reaktor sudah tereliminasi secara alami, dan tahun ke 8 merupakan populasi
bebas dari reaktor. Vaksin yang digunakan direncanakan menggunakan strain RB 51
yang tidak menimbulkan hasil positif palsu pada pemeriksaan serum konvensional,
sehingga mengurangi biaya tagging
ternak dan perwatan pasca tagging.
Kabupaten
Klaten terutama pada 2 kecamatan target tersebut ternak merupakan sandaran
hidup utama bagi masyarakat maka pelaksanaan program diharapkan dapat sukses.
Kesuksesan program akan membantu meringankan beban kerugian ekonomi yang
diderita masyarakat. Untuk itu perlu strategi pendekatan kepada masyarakat.
Sosialisasi dan kesadaran masyarakat dalam mendukung program perlu dilakukan.
Sebelum pelaksanaan program akan dilakukan kegiatan sosialisasi atau penyuluhan
baik pada skala pejabat desa, kelompok-kelompok ternak ataupun masyarakat
langsung. Apabila kesadaran peternak sudah tumbuh dan mengerti akan pentingnya
program tersebut diharapkan untuk selanjutnya masyarakat mau dan mampu untuk
secara mandiri melakukan vaksinasi brucellosis.
Hambatan-hambatan yang mungkin
ditemui.
Program
yang direncanakan kurang lebih 7 tahun sangat rentan dengan berbagai masalah.
Masalah-masalah yang mungkin ditemui adalah;
·
Pelaksanaan test and slaughter tidak berhasil,
ternak tidak boleh dijual dalam bentuk daging.
·
Ternak tidak boleh divaksinasi dengan alasan
akan menurunkan produksi.
·
Ternak tidak boleh diambil sampel darahnya,
takut jika ternyata ternaknya merupakan reaktor.
·
Waktu pelaksanaan kegiatan yang bersamaan dengan
waktu kerja masyarakat.
·
Petugas pengawas pemotongan ternak dan petugas
pengawasan lalulintas ternak yang lemah.
·
Kurang sumber daya petugas dalam pelaksanaan
program.
·
Dana kegiatan berhenti ditengah program.
·
Komitmen dinas dalam jangka waktu 7 tahun ada
kemungkinan terjadi perubahan kebijakan.
·
Mobilitas ternak yang terlalu tinggi.
·
Recording terhadap ternak yang tidak rapi.
ANALISIS EKONOMI PROGRAM PEMBERANTASAN BRUCELLOSIS DI DAERAH RESIKO
TINGGI KABUPATEN KLATEN
Parameter yang digunakan dalam
penghitungan kerugian dan pelaksanaan program adalah parameter ekonomi dan
parameter epidemiologi, dimana masing-masing menggunakan dasar data laboratorium,
studi pustaka, data lapangan dan informasi para ahli.
Untuk parameter ekonomi adalah:
Nilai dan harga pada parameter ekonomi
diperoleh dari survei pasar dan kenyataan yang ada didaerah pada saat ini.
Parameter epidemiologi yang digunakan
dalam analisa adalah:
Parameter epidemiologi diperoleh dari data
lapangan, hasil laporan laboratorium, studi pustaka, dan hasil
penelitian-penelitian sebelumnya.
Dari kedua parameter tersebut maka
kerugian-kerugian ekonomi dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Perinatal Mortality:
Pr
x Mpe x Hpe
2.
Penurunan Produksi Susu:
1.
Kerugian
langsung akibat Penurunan produksi Susu:
Pr x Lm x L x Lt x Hs
2.
Biaya kehilangan susu akibat
meningkatnya interval beranak:
3.
Biaya kehilangan susu akibat meningkatnya
abortus: (angka 16 diperoleh dari asumsi abortus pada kebuntingan trimester ke
3 yaitu 7 bulan + lama kebuntingan berikutnya)
3. Penurunan
Berat Badan:
1.
Kerugian langsung akibat penurunan Berat
badan:
Pr
x (1-Lm) x WL x Ws x Hd ...
2.
Biaya kehilangan berat badan akibat
meningkatnya interval beranak:
3.
Biaya kehilangan berat badan akibat
meningkatnya abortus:
...
4. Tukar
Ternak:
Pr
x Ab x T x Rc ...
5. Opportunity
Cost
Pr
x Oc
6. Penurunan
produktivitas tenaga kerja manusia akibat sakit
(Pr
x Sk x 3) + (Pr x D) ...
7. Biaya
desinfeksi dan disposal:
Pr
x De x (Dc + Sc) ...
8. Biaya
tukar ternak reaktor oleh pemerintah:
Pr
x De x Rc
9. Biaya
surveilans:
(1-Pr) x Psu x (S + Ms
+ Lab) ...
10. Biaya
Vaksinasi:
·
Vaksinasi pada sapi betina Dewasa:
(1-
Pr) x Pv x (V + Opv)...
·
Vaksinasi pada Pedhet
(1-
Pr) x PeV x (Vpe + Opv) ...
11. Penurunan
Harga Jual Sapi Betina dewasa:
(1-
Pr) x Pj x Dp ...
12. Biaya
operasional penyuluhan, operasional pengawasan lalulintas ternak dan pengadaan
materi penyuluhan.
Evaluasi Kegiatan tahun 2010
Pada
saat kejadian wabah tahun 2010 merupakan kasus baru dan pemerintah daerah
Kabupaten Klaten dalam hal ini Dinas yang membidangi peternakan belum memiliki
strategi penanganan, maka pada tahun 2010 belum dilakukan kegiatan penanganan
kasus brucellosis. Kebijakan sementara yang dilakukan oleh dinas adalah isolasi
terhadap ternak reaktor agar tidak dijual dengan cara pendekatan kepada pemilik
ternak. Tidak diketahuinya berapa angka prevalensi pada saat itu menyebabkan
semakin sulit untuk mengambil kebijakan yang lebih kongkrit, ditambah tidak
adanya dana jika harus melakukan kompensasi ternak.
Evaluasi kegiatan tahun 2010 adalah
evaluasi kerugian ekonomi yang ditanggung oleh peternak sebagai dampak langsung
brucellosis pada kegiatan produksi peternakan dan dampak tidak langsung. Rincian
Kerugian ekonomi tahun 2010 pada Tabel 1.
Program Tahun I
Program tahun I direncanakan
melakukan kegiatan desinfeksi dan disposal, tukar ternak reaktor oleh
pemerintah daerah, surveilans, penyuluhan, pengadaan leaflet, pengawasan
lalulintas ternak dan vaksinasi terhadap ternak target yaitu sapi betina dewasa
dan pedhet betina. Proporsi hewan terkena brucellosis diasumsikan masih sama
dengan pada tahun 2010 karena pada tahun tersebut belum dilakukan kegiatan
apapun. Kegiatan program tahun pertama diharapkan sudah dijalankan diawal tahun
sehingga diharapkan kerugian yang ditanggung akan semakin berkurang. Parameter
kerugian secara epidemiologi diharapkan sudah menurun, misalnya angka keguguran
menurun dari 15% menjadi 10%, angka kematian anak sapi menurun dari 10% menjadi
6% dan seterusnya. Pada Tahun pertama program diasumsikan dapat melakukan tukar
ternak reaktor sebanyak 90%. Rincian kerugian secara ekonomi dan biaya program tahun
I pada Tabel 2.
Program Tahun II
Program
tahun II melanjutkan tahun sebelumnya, melakukan kegiatan desinfeksi dan
disposal, tukar ternak reaktor oleh pemerintah daerah, surveilans, pengawasan
lalulintas ternak dan vaksinasi terhadap ternak target yaitu sapi betina dewasa
dan pedhet betina. Pada tahu II ini penyuluhan tidak dilakukan lagi karena
semua kegiatan penyuluhan sudah dilakukan pada tahun I. Vaksinasi pada hewan
target dilanjutkan 20% populasi berikutnya. Karena pada tahun sebelumnya sudah
dilakukan tukar ternak reaktor sebanyak 90% maka diasumsikan proporsi hewan
yang terkena brucellosis sudah berkurang sebanyak 90% juga, sehingga
diasumsikan pada tahun II ini proporsinya tinggal 0,5%. Kegiatan tukar ternak
reaktor pada tahun ini diharapkan dapat dilakukan 100% diasumsikan jumlah
reaktor semakin sedikit. Sebagai dampak
positif dari Program tahun I dan II maka terjadi penurunan pada berbagai faktor
kerugian. Rincian kerugian secara ekonomi dan biaya program Tahun II pada Tabel
3.
TABEL 1 Evaluasi Tahun 2010
No
|
Jenis Kerugian
|
Faktor
|
populasi Jtn & Tlg
|
Biaya 1
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
Populasi 4 Kecmt
|
Biaya 2
|
|||||
Dampak Langsung
|
||||||||||
1
|
perinatal mortality
|
Pr x Mpe x Hpe
|
Mpe= 0,10
|
Pr= 0,02617
|
hpe= 1000000
|
5.152
|
13.482.784,00
|
14.590,00
|
38.182.030,00
|
|
2
|
penurunan produksi susu
|
0,00
|
0
|
0,00
|
||||||
Akibat langsung
|
Pr x Lm x L x Lt x Hs
|
L= 0,15
|
Lt= 1200
|
Lm= 0,40
|
Hs= 3000
|
5.152
|
29.122.813,44
|
14.590,00
|
82.473.184,80
|
|
interval beranak
|
((12/I)-(12/I + Wp)) x Pr x Lm x Lr x Hs
|
I= 15
|
Wp= 4
|
Lr= 1440
|
5.152
|
39.239.159,16
|
14.590,00
|
111.121.764,78
|
||
Abortus
|
((12/I)-(12/I + (16 x Ab)) x Pr x Lm x Lr x Hs
|
Ab= 0,15
|
5.152
|
25.708.414,62
|
14.590,00
|
72.803.914,85
|
||||
3
|
Penurunan Berat Badan
|
0,00
|
0,00
|
0,00
|
||||||
Akibat Langsung
|
Pr x (1 - Lm) x WL x Ws x Hd
|
WL=0,05
|
Ws= 400
|
Hd= 18000
|
5.152
|
29.122.813,44
|
14.590,00
|
82.473.184,80
|
||
Interval Beranak
|
((12/I) - (12/I + Wp)) x Pr x Lm x Wpe x Hd
|
Wpe= 20
|
5.152
|
3.269.929,93
|
14.590,00
|
9.260.147,06
|
||||
Abortus
|
((12/I) - (12/I + (16 x Ab)) x Pr x Lm x Wpe x Hd
|
D= 50000
|
5.152
|
2.142.367,88
|
14.590,00
|
6.066.992,89
|
||||
4
|
Tukar ternak
|
Pr x Ab x T x Rc
|
T= 0,15
|
Rc= 1500000
|
5.152
|
4.550.439,60
|
14.590,00
|
12.886.435,13
|
||
5
|
Opportunity Cost
|
Pr x Oc
|
Oc= 120000
|
5.152
|
16.179.340,80
|
14.590,00
|
45.818.436,00
|
|||
6
|
Penurunan produktivitas SDM
|
(Pr x populasi x Sk x 3) + (Pr x Populasi x D)
|
Sk= 30000
|
5152
|
18.875.897,60
|
14.590,00
|
53.454.842,00
|
|||
Sub Total
|
181.693.960,47
|
514.540.932,31
|
||||||||
Dampak Tidak Langsung
|
Dc= 50000
|
|||||||||
7
|
Desinfeksi dan Disposal
|
Pr x De x (Dc + Sc)
|
De= 0
|
Dp= 750000
|
5152
|
0,00
|
14.590,00
|
0,00
|
||
8
|
Penurunan penjualan Sapi
|
(1 - Pr) x Pj x Dp
|
Pj= 0,01
|
Sc= 100000
|
5152
|
37.628.791,20
|
14.590,00
|
106.561.347,75
|
||
Sub Total
|
37.628.791,20
|
106.561.347,75
|
||||||||
Total
|
219.322.751,67
|
621.102.280,06
|
TABEL 2 Program Tahun I
No
|
Jenis Kerugian
|
Faktor
|
populasi Jtn & Tlg
|
Biaya 1
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
Populasi 4 Kecmt
|
Biaya 2
|
|||||
Dampak Langsung
|
||||||||||
1
|
perinatal mortality
|
Pr x Mpe x Hpe
|
Mpe= 0,06
|
Pr= 0,02617
|
hpe= 1000000
|
5.152
|
8.089.670,40
|
14.590,00
|
22.909.218,00
|
|
2
|
penurunan produksi
susu
|
0,00
|
0
|
0,00
|
||||||
Akibat langsung
|
Pr x Lm x L x Lt x Hs
|
L= 0,10
|
Lt= 1200
|
Lm= 0,40
|
Hs= 3000
|
5.152
|
19.415.208,96
|
14.590,00
|
54.982.123,20
|
|
interval beranak
|
((12/I)-(12/I + Wp)) x
Pr x Lm x Lr x Hs
|
I= 15
|
Wp= 2
|
Lr= 1440
|
5.152
|
21.927.765,41
|
14.590,00
|
62.097.456,78
|
||
Abortus
|
((12/I)-(12/I + (16 x
Ab)) x Pr x Lm x Lr x Hs
|
Ab= 0,10
|
5.152
|
17.964.916,24
|
14.590,00
|
50.875.024,83
|
||||
3
|
Penurunan Berat Badan
|
0,00
|
0,00
|
0,00
|
||||||
Akibat Langsung
|
Pr x (1 - Lm) x WL x
Ws x Hd
|
WL=0,03
|
Ws= 400
|
Hd= 18000
|
5.152
|
17.473.688,06
|
14.590,00
|
49.483.910,87
|
||
Interval Beranak
|
((12/I) - (12/I + Wp))
x Pr x Lm x Wpe x Hd
|
Wpe= 20
|
5.152
|
1.827.313,78
|
14.590,00
|
5.174.788,05
|
||||
Abortus
|
((12/I) - (12/I + (16
x Ab)) x Pr x Lm x Wpe x Hd
|
D= 50000
|
5.152
|
1.497.076,35
|
14.590,00
|
4.239.585,39
|
||||
4
|
Tukar ternak
|
Pr x Ab x T x Rc
|
T= 0,10
|
Rc= 1500000
|
5.152
|
2.022.417,60
|
14.590,00
|
5.727.304,50
|
||
5
|
Opportunity Cost
|
Pr x Oc
|
Oc= 120000
|
5.152
|
16.179.340,80
|
14.590,00
|
45.818.436,00
|
|||
6
|
Penurunan
produktivitas SDM
|
(Pr x populasi x Sk x
3) + (Pr x Populasi x D)
|
Sk= 30000
|
5152
|
18.875.897,60
|
14.590,00
|
53.454.842,00
|
|||
Sub Total
|
125.273.295,20
|
354.762.689,63
|
||||||||
Dp= 750000
|
||||||||||
Dampak Tidak Langsung
|
Lab= 3000
|
|||||||||
7
|
Desinfeksi dan
Disposal
|
Pr x De x (Dc + Sc)
|
De=0,9
|
5152
|
18.201.758,40
|
14.590,00
|
51.545.740,50
|
|||
8
|
Tukar ternak oleh Pemerintah
|
Pr x De x Rc
|
Dc= 50000
|
5152
|
182.017.584,00
|
14.590,00
|
515.457.405,00
|
|||
9
|
Biaya Surveilans
|
(1-Pr) x Psu x (S + Ms
+ Lab)
|
Psu= 0,1
|
Ms= 4000
|
S= 5000
|
5152
|
6.020.606,59
|
14.590,00
|
17.049.815,63
|
|
10
|
Vaksinasi Betina
Dewasa
|
(1-Pr) x Pv x (V +
Opv)
|
Pv= 0,20
|
V= 10000
|
Opv= 3000
|
5151
|
13.044.647,62
|
14.590,00
|
36.948.438,90
|
|
11
|
Vaksinasi Pedhet
Betina
|
(1-Pr) x PVp x (Vpe +
Opv)
|
PVp= 0,20
|
Vpe= 100000
|
3476
|
69.731.681,45
|
9.078,00
|
182.112.832,05
|
||
12
|
Penurunan penjualan
Sapi
|
(1 - Pr) x Pj x Dp
|
Pj= 0,01
|
Sc= 100000
|
5152
|
37.628.791,20
|
14.590,00
|
106.561.347,75
|
||
13
|
Penyuluhan
|
Opp + Ap
|
Ap= 1000000
|
Opp=1000000
|
2.000.000,00
|
4.000.000,00
|
||||
14
|
Leaflet
|
Lef=2000000
|
2.000.000,00
|
2.000.000,00
|
||||||
15
|
Pengawasan La-lin
Ternak
|
OLL
|
OLL=9125000
|
9.125.000,00
|
9.125.000,00
|
|||||
Sub Total
|
339.770.069,26
|
924.800.579,83
|
||||||||
Total
|
465.043.364,46
|
1.279.563.269,46
|
TABEL 3 Program Tahun II
No
|
Jenis Kerugian
|
Faktor
|
populasi Jtn & Tlg
|
Biaya 1
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
Populasi 4 Kecmt
|
Biaya 2
|
|||||
Dampak Langsung
|
||||||||||
1
|
perinatal mortality
|
Pr x Mpe x Hpe
|
Mpe= 0,03
|
Pr= 0,005
|
hpe= 1000000
|
5.030
|
754.500,00
|
14.246,00
|
2.136.900,00
|
|
2
|
penurunan produksi
susu
|
0,00
|
0,00
|
|||||||
Akibat langsung
|
Pr x Lm x L x Lt x Hs
|
L= 0,05
|
Lt= 1200
|
Lm= 0,40
|
Hs= 3000
|
5.030
|
1.810.800,00
|
14.246,00
|
5.128.560,00
|
|
interval beranak
|
((12/I)-(12/I + Wp)) x
Pr x Lm x Lr x Hs
|
I= 15
|
Wp= 1
|
Lr= 1440
|
5.030
|
2.172.960,00
|
14.246,00
|
6.154.272,00
|
||
Abortus
|
((12/I)-(12/I + (16 x
Ab)) x Pr x Lm x Lr x Hs
|
Ab= 0,05
|
5.030
|
1.760.372,66
|
14.246,00
|
4.985.739,35
|
||||
3
|
Penurunan Berat Badan
|
0,00
|
0,00
|
|||||||
Akibat Langsung
|
Pr x (1 - Lm) x WL x
Ws x Hd
|
WL=0,01
|
Ws= 400
|
Hd= 18000
|
5.030
|
1.086.480,00
|
14.246,00
|
3.077.136,00
|
||
Interval Beranak
|
((12/I) - (12/I + Wp))
x Pr x Lm x Wpe x Hd
|
Wpe= 20
|
5.030
|
181.080,00
|
14.246,00
|
512.856,00
|
||||
Abortus
|
((12/I) - (12/I + (16
x Ab)) x Pr x Lm x Wpe x Hd
|
D= 50000
|
5.030
|
146.697,72
|
14.246,00
|
415.478,27
|
||||
4
|
Tukar ternak
|
Pr x Ab x T x Rc
|
T= 0,05
|
Rc= 1500000
|
5.030
|
94.312,50
|
14.246,00
|
267.112,50
|
||
5
|
Opportunity Cost
|
Pr x Oc
|
Oc= 120000
|
5.030
|
585,79
|
14.246,00
|
1.659,08
|
|||
6
|
Penurunan
produktivitas SDM
|
(Pr x populasi x Sk x
3) + (Pr x Populasi x D)
|
Sk= 30000
|
5.030
|
3.521.000,00
|
14.246,00
|
9.972.200,00
|
|||
Sub Total
|
11.528.788,67
|
32.651.913,20
|
||||||||
Dp= 750000
|
||||||||||
Dampak Tidak Langsung
|
Lab= 3000
|
|||||||||
7
|
Desinfeksi dan
Disposal
|
Pr x De x (Dc + Sc)
|
De=1
|
5030
|
3.772.500,00
|
14.246,00
|
10.684.500,00
|
|||
8
|
Tukar ternak oleh
Pemerintah
|
Pr x De x Rc
|
Dc= 50000
|
5030
|
37.725.000,00
|
14.246,00
|
106.845.000,00
|
|||
9
|
Biaya Surveilans
|
(1-Pr) x Psu x (S + Ms
+ Lab)
|
Psu= 0,1
|
Ms= 4000
|
S= 5000
|
5030
|
6.005.820,00
|
14.246,00
|
17.009.724,00
|
|
10
|
Vaksinasi Betina
Dewasa
|
(1-Pr) x Pv x (V +
Opv)
|
Pv= 0,20
|
V= 10000
|
Opv= 3000
|
4026
|
10.415.262,00
|
11.404,00
|
29.502.148,00
|
|
11
|
Vaksinasi Pedhet Betina
|
(1-Pr) x PVp x (Vpe +
Opv)
|
PVp= 0,20
|
Vpe= 100000
|
2799
|
57.371.103,00
|
7.310,00
|
149.833.070,00
|
||
12
|
Penurunan penjualan
Sapi
|
(1 - Pr) x Pj x Dp
|
Pj= 0,01
|
Sc= 100000
|
5030
|
37.536.375,00
|
14.246,00
|
106.310.775,00
|
||
13
|
Pengawasan Lalin
Ternak
|
OLL
|
OLL=9125000
|
9.125.000,00
|
9.125.000,00
|
|||||
Sub Total
|
161.951.060,00
|
429.310.217,00
|
||||||||
Total
|
173.479.848,67
|
461.962.130,20
|
||||||||
1
|
Populasi setelah ada
depopulasi= 5152 x 0,02617 x 0,9 = 121,34
|
|||||||||
populasi setelah ada
depopulasi= 5152 -121,34 = 5030
|
||||||||||
2
|
Populasi = 14590 x
0,02617 x 0,9 = 343,64
|
|||||||||
populasi = 14590 - 344
= 14246
|
||||||||||
3
|
populasi yg di vaksin
dewasa= (1-0,02617) x 5152 x 0,2 = 1003,4
|
|||||||||
populasi yg divaksin
dewasa= 5030-1004= 4026
|
||||||||||
4
|
Populasi yg divaksin
pedhet= (1-0,02617) x 3476 x 0,2= 677
|
|||||||||
populasi yg divaksin
pedhet= 3476 - 677 = 2799
|
Program Tahun III
Program
tahun III merupakan tahap pertama pemeliharaan status. Pemeliharaan status
dimaksudkan karena pada tahun III ini sudah tidak ada lagi hewan reaktor.
Apabila hewan reaktor sudah 0 ekor berarti penghitungan kerugian secara ekonomi
terhadap dampak langsung produksi peternakan sudah menjadi 0 rupiah. Pada tahun
ini kegiatan yang dilakukan hanya surveilans, melanjutkan vaksinasi ternak
target dan pengawasan lalulintas ternak. Vaksinasi terus dilakukan sampai
dengan 100% ternak target tervaksinasi semua, dan kegiatan surveilans terus
dilakukan sampai dengan akhir program untuk bahan evaluasi. Pengawasan
lalu-lintas ternak penting untuk ditegakkan karena merupakan salah satu pintu
resiko tertinggi dalam penularan penyakit. Rincian biaya program Tahun III pada
Tabel 4.
Asumsi
kerugian dan pengeluaran biaya akibat Brucellosis untuk Biaya 1 (2 kecamatan).
2010
|
Program Tahun I
|
Program Tahun II
|
Program Tahun
III
|
|
Dampak Langsung
|
181.693.960,47
|
125.273.295,20
|
11.528.788,67
|
0,00
|
Dampak Tidak Langsung
|
37.628.791,20
|
339.770.069,26
|
161.951.060,00
|
83.170.770,00
|
219.322.751,67
|
465.043.364,46
|
173.479.848,67
|
83.170.770,00
|
Asumsi
Kerugian dan pengeluaran biaya akibat brucellosis untuk Biaya 2 (4 kecamatan)
2010
|
Program Tahun I
|
Program Tahun II
|
Program Tahun
III
|
|
Dampak Langsung
|
514.540.932,31
|
354.762.689,63
|
32.651.913,20
|
0,00
|
Dampak Tidak Langsung
|
106.561.347,75
|
924.800.579,83
|
429.310.217,00
|
214.359.637,35
|
621.102.280,06
|
1.279.563.269,46
|
461.962.130,20
|
214.359.637,35
|
TABEL
4 Program Tahun III
No
|
Jenis Kerugian
|
Faktor
|
populasi Jtn & Tlg
|
Biaya 1
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
Populasi 4 Kecmt
|
Biaya 2
|
|||||
Dampak Langsung
|
||||||||||
1
|
perinatal mortality
|
Pr x Mpe x Hpe
|
Mpe= 0,03
|
Pr= 0,0
|
hpe= 1000000
|
5.005
|
0,00
|
14.174,00
|
0,00
|
|
2
|
penurunan produksi
susu
|
0
|
0,00
|
0,00
|
0,00
|
|||||
Akibat langsung
|
Pr x Lm x L x Lt x Hs
|
L= 0,05
|
Lt= 1200
|
Lm= 0,40
|
Hs= 3000
|
5.005
|
0,00
|
14.174,00
|
0,00
|
|
interval beranak
|
((12/I)-(12/I + Wp)) x
Pr x Lm x Lr x Hs
|
I= 15
|
Wp= 1
|
Lr= 1440
|
5.005
|
0,00
|
14.174,00
|
0,00
|
||
Abortus
|
((12/I)-(12/I + (16 x
Ab)) x Pr x Lm x Lr x Hs
|
Ab= 0,05
|
5.005
|
0,00
|
14.174,00
|
0,00
|
||||
3
|
Penurunan Berat Badan
|
0
|
0,00
|
0,00
|
0,00
|
|||||
Akibat Langsung
|
Pr x (1 - Lm) x WL x
Ws x Hd
|
WL=0,01
|
Ws= 400
|
Hd= 18000
|
5.005
|
0,00
|
14.174,00
|
0,00
|
||
Interval Beranak
|
((12/I) - (12/I + Wp))
x Pr x Lm x Wpe x Hd
|
Wpe= 20
|
5.005
|
0,00
|
14.174,00
|
0,00
|
||||
Abortus
|
((12/I) - (12/I + (16
x Ab)) x Pr x Lm x Wpe x Hd
|
D= 50000
|
5.005
|
0,00
|
14.174,00
|
0,00
|
||||
4
|
Tukar ternak
|
Pr x Ab x T x Rc
|
T= 0,05
|
Rc= 1500000
|
5.005
|
0,00
|
14.174,00
|
0,00
|
||
5
|
Opportunity Cost
|
Pr x Oc
|
Oc= 120000
|
5.005
|
0,00
|
14.174,00
|
0,00
|
|||
6
|
Penurunan
produktivitas SDM
|
(Pr x populasi x Sk x
3) + (Pr x Populasi x D)
|
Sk= 30000
|
5.005
|
0,00
|
14.174,00
|
0,00
|
|||
Sub Total
|
0,00
|
0,00
|
||||||||
Dp= 0
|
||||||||||
Dampak Tidak Langsung
|
Lab= 3000
|
|||||||||
7
|
Desinfeksi dan
Disposal
|
Pr x De x (Dc + Sc)
|
De=0
|
5005
|
0,00
|
14.174,00
|
0,00
|
|||
8
|
Tukar ternak oleh Pemerintah
|
Pr x De x Rc
|
Dc= 50000
|
5005
|
0,00
|
14.174,00
|
0,00
|
|||
9
|
Biaya Surveilans
|
(1-Pr) x Psu x (S + Ms
+ Lab)
|
Psu= 0,1
|
Ms= 4000
|
S= 5000
|
5005
|
5.975.970,00
|
14.174,00
|
16.923.756,00
|
|
10
|
Vaksinasi Betina
Dewasa
|
(1-Pr) x Pv x (V +
Opv)
|
Pv= 0,20
|
V= 10000
|
Opv= 3000
|
3147
|
10.410.400,00
|
11.404,00
|
37.724.881,35
|
|
11
|
Vaksinasi Pedhet
Betina
|
(1-Pr) x PVp x (Vpe +
Opv)
|
PVp= 0,20
|
Vpe= 100000
|
2799
|
57.659.400,00
|
7.310,00
|
150.586.000,00
|
||
12
|
Penurunan penjualan
Sapi
|
(1 - Pr) x Pj x Dp
|
Pj= 0,01
|
Sc= 100000
|
5005
|
0,00
|
14.174,00
|
0,00
|
||
13
|
Pengawasan Lalin
Ternak
|
OLL
|
OLL=9125000
|
9.125.000,00
|
9.125.000,00
|
|||||
Sub Total
|
83.170.770,00
|
214.359.637,35
|
||||||||
Total
|
83.170.770,00
|
214.359.637,35
|
||||||||
1
|
Populasi setelah ada
depopulasi= 5030x 0,005 x 1 = 25,15
|
|||||||||
populasi setelah ada
depopulasi= 5030 - 25 = 5005
|
||||||||||
2
|
Populasi = 14246 x
0,005 x 1 = 71,23
|
|||||||||
populasi = 14246 - 72
= 14174
|
||||||||||
3
|
populasi yg di vaksin
dewasa= (1-0,005) x 5030 x 0,2 = 1000,97
|
|||||||||
populasi yg divaksin
dewasa= 5005- (1004 + 1001)= 3147
|
||||||||||
4
|
Populasi yg divaksin
pedhet= (1-0,005) x 3476 x 0,2= 691,7
|
|||||||||
populasi yg divaksin
pedhet= 3476 - 677 = 2799
|
Jumlah
kerugian yang ditimbulkan akibat brucellosis pada tahun 2010 memperlihatkan
angka yang sangat besar yang ditanggung oleh peternak. Angka tersebut akan
terus membesar jika tidak dilakukan tindakan pengendalian dan pemberantasan.
Pada program Tahun I memperlihatkan adanya penurunan kerugian yang merupakan
dampak langsung ± 31%, pada program tahun II penurunan kerugian ± 93% dan
program tahun III mencapai 100%. Pengeluaran tidak langsung yang merupakan
biaya program pengendalian dan pemberantasan terbesar ada pada tahun I program,
tahun II menurun ± 52% dan tahun III menurun ±75% . Pada Tahun I program
merupakan langkah awal kegiatan, yang artinya hasil dari kegiatan tahun I
merupakan investasi untuk tahun berikutnya. Kegiatan penyuluhan dan pendekatan
kepada masyarakat difokuskan pada tahun I dengan tujuan memperoleh dukungan
masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan. Untuk tahun ke IV dan selanjutnya biaya
program dalam kisaran rupiah yang sama dengan tahun III. Jika melihat kerugian
yang menjadi Rp 0,- maka program pengendalian dan pemberantasan ini sangat
layak untuk dilakukan.
Dengan keterbatasan dana yang
dimiliki daerah maka pemberantasan dan pengendalian dapat difokuskan pada daerah yang paling
beresiko tinggi (daerah target) dan selanjutnya dapat di kembangkan ke daerah
beresiko lainnya. Apabila dalam penggalangan kesadaran masyarakat dapat
berhasil diharapkan masyarakat dapat secara mandiri melakukan vaksinasi untuk
ternak-ternaknya, hal ini tentu akan sangat membantu kesuksesan program dan
pengurangan biaya yang ditanggung pemerintah daerah.
KESIMPULAN DAN SARAN
·
Program Kegiatan Pengendalian dan pemberantasan
Brucellosis di Kabupaten Klaten layak untuk dijalankan.
·
Melibatkan seluruh komponen masyarakat terutama
tokoh masyarakat dan peternak untuk mendukung Program.
DAFTAR PUSTAKA
Bernues,
A., Manrique, E., Maza, M.T., 1997, Economic
evaluation of Bovine brucellosis and tuberculosis eradication programmes in a
mountain area of Spain, Preventive Veterinary Medicine 30 (1997) 137-149.
Putro, P.P., 2009, Brucellosis dan Infectious Bovine Rhinotrcheitis Serta
Pengaruhnya terhadap Daya reproduktivitas Sapi, Rapat Koordinasi dan
Evaluasi Pembebasan Brucellosis Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan Banjarbaru 19-20 Oktober 2009.
Quinn,
P.J., Markey, B.K., Carter, M.E., Donnely, W.J.C., and Leonard, F.C. 2007 Veterinary
Microbiology and Mricrobial disease. Blackwell Science Ltd. 9600
Garsington road, Oxford, UK.
Rompis,
A.L.T., 2002, Epidemiologi Bovine
Brucellosis, dengan Penekanan pada Kejadian di Indonesia, J Vet 2002 3 (4)
: 155-163.
Richey,
E.J., and Harrel, D., 1997, Brucella
Abortus Disease (Brucellosis) in Beef Cattle, University Of Florida, http://hammock.ifas.ufl.edu
Salmani,
A.S., Siadat, S.D., Fallahian, M.R., Ahmadi, H., Norouzian, D., Yaghmai, P.,
Aghasadeghi, M.R., Mobarakeh, J.I., Sadat, S.M., Zangeneh, M., and Kheirandish,
M. 2009. Serological Evaluation of Brucella abortus S99 Lipopolysaccharide
Extracted by an Optimized Method.
American Journal of infectious Diseases 5 (1): 11-16, 2009.
Singh,
B. and Prasad, S., 2008, Modelling of
Economic Losses due to Some Important Diseases in Goats in India,
Agriculture Economics Research Review. Vol. 21 july-December 2008 pp 297-302.
Talaro,
K.P., and Talaro, A., 2002. Foundations in Microbiology. 4th ed.
E-book. www.mhhe.com/primis/online.
ISBN 0-07-248864-6.
Thrusfield, M., 2007, Veterinary Epidemiologi, Third edition, Blackwell Publishing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar